Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang 2019, timah mengukuhkan diri sebagai komoditas logam industri dengan kinerja terburuk. Berdasarkan data Bloomberg, harga timah kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) sepanjang 2019 lalu melemah 11,81%.
Mengingat di akhir 2019 lalu, harga timah ambruk ke US$ 17.175 per metrik ton. Padahal di awal 2019, harga timah sempat meroket ke US$ 20.000 per metrik ton.
Direktur Garuda Berjangka Ibrahim menjelaskan, kinerja buruk timah tak terlepas dari sentimen eksternal. Mulai dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang memanas sepanjang tahun serta Brexit yang tak kunjung kelar.
Baca Juga: Harga nikel catatkan kinerja terbaik dibanding logam industri lain di 2019
Lebih lanjut Ibrahim bilang, dengan timah yang diperjualbelikan di LME, tak mengherankan jika keluarnya Inggris dari Uni Eropa atawa Brexit berdampak besar terhadap pergerakan harga timah.
"Selain ketidakpastian Brexit, perang dagang antara China-AS juga punya dampak besar karena membuat China membatasi impornya, padahal Negeri Tirai Bambu merupakan salah satu [asar terbesar untuk timah," jelas dia, Jumat (10/1)
Namun dengan segera ditandatanganinya perjanjian fase pertama AS dan China pada 15 Januari mendatang, harga timah diproyeksi bakal mendapatkan angin segar.
Ibrahim menilai, China bakal membuka kembali perdagangan, perusahaan-perusahaan elektronik dan produsen mobil listrik bakal kembali menyerap banyak timah dan harga bisa terkerek normal kembali.
Baca Juga: Harga aluminium bisa bergerak ke US$ 2.000 setelah kesepakatan dagang AS-China
"Jika semua keadaan berjalan normal, timah akan kembali seperti semula. Apalagi tahun 2020 produsen mobil listrik akan gencar-gencarnya memulai produksi jadi semoga memperbaiki performa timah nantinya," ujar Ibrahim.
Ibrahim memproyeksikan harga timah di tahun ini berada di kisaran US$ 14.000 - US$ 19.000 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News