Reporter: Muhammad Kusuma | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga aluminium mengalami gejolak sepanjang tahun 2019. Harga aluminium menyentuh harga terendah dalam dua tahun terakhir pada Rabu (2/10). Melansir Bloomberg, harga aluminium terendah sepanjang 2019 dengan kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) berada di level US$ 1.705 per metrik ton.
Meski bergejolak, secara tahunan harga aluminium hanya naik tipis. Sepanjang 2019, harga aluminium turun 1,95% dan ditutup pada US$ 1.810 per metrik ton.
Gejolak aluminium sepanjang tahun kemarin lebih banyak disebabkan oleh sentimen eksternal. Kondisi perekonomian global yang melambat terus menekan harga aluminium.
Baca Juga: Kebutuhan Dalam Negeri Terus Meningkat, Mind Id Kerek Produksi Aluminium
Direktur Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, sentimen utama yang menekan harga aluminium adalah kondisi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Polemik perang dagang antara kedua negara tersebut berimbas pada harga komoditas termasuk aluminium.
Pada saat perang dagang terjadi China membatasi terhadap impor aluminium sehingga permintaan aluminium mengalami penurunan sedangkan di sisi lain pasokan aluminium melimpah. “Terjadi oversupply terhadap aluminium,” kata Ibrahim kepada kontan.co.id.
Selain karena perang dagang, polemik Brexit di sepanjang tahun lalu turut mendorong ketidakstabilan harga aluminium. “Karena aluminium patokannya adalah London Metal Exchange sehingga Brexit ikut mempengaruhi pasar,” kata Ibrahim.
Baca Juga: Indonesia raja nikel dunia, puluhan tahun hanya ekspor bijih mentah
Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, melemahnya harga aluminium didorong oleh berkurangnya permintaan pasar terhadap komodoti tersebut. Penurunan permintaan di sektor otomotif serta sektor elektronik menjadi penyebab utamanya.
Menurut Wahyu, sektor otomotif seharusnya menjadi sektor yang menyerap hingga 30% pasokan aluminium. Karena permintaan sektor otomotif turun, permintaan aluminium pun turun.
Namun pada tahun ini, Ibrahim dan Wahyu memperkirakan harga aluminium akan kembali stabil seiring dengan membaiknya kondisi global.
Baca Juga: Impor aluminium foil kena bea masuk safeguard, ini penjelasan KPPI Kemendag
Menurut Ibrahim permintaan terhadap aluminium akan meningkat pasca-penandatanganan perjanjian perdamaian dagang antara AS dan China pada 15 Januari nanti. Peningkatan permintaan tersebut didasari oleh kebutuhan produksi mobil listrik tahun ini, pembangunan infrastruktur di negara berkembang, serta negara terdampak konflik seperti Iran.
Ibrahim merekomendasikan untuk buy on weakness dengan prediksi rentang harga US$ 1.500 hingga US$ 2.000 per metrik ton.
Wahyu menambahkan permintaan global terhadap aluminium tahun ini akan meningkat 2% dibandingkan tahun sebelumnya. Wahyu turut merekomendasikan buy on weakness dengan prediksi harga masih mirroring tahun lalu di rentang US$ 1.700 hingga US$ 1.900 per metrik ton.
Kemarin, harga aluminium naik tipis 0,16% ke level US$ 1.803 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News