Reporter: Agustinus Beo Da Costa, Yuwono Triatmodjo | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. Kabar tak sedap kembali menghampiri PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Kali ini menyangkut penambangan batubara di anak usaha BUMI, PT Arutmin Indonesia. PT Thiess Contractors Indonesia (Thiess), cucu usaha kontraktor pertambangan asal Australia, Leighton Holdings, menghentikan sementara penambangan batubara di dua areal lahan tambang milik Arutmin, yakni Senakin dan Satui, Kalimantan Selatan.
Lewat pengumumannya di Bursa Saham Australia, Jumat (31/5), Leighton menjelaskan, Thiess menghentikan proses produksi tambang batubara di Senakin dan Satui milik Arutmin, sejak 26 April 2013. Alasannya, Arutmin belum membayar tagihan dari Thiess.
Leighton tidak menjelaskan nilai tagihan Thiess yang masih ditunggak Arutmin. Leighton hanya menyatakan, penambangan di Senakin dan Satui akan kembali beroperasi jika Arutmin menuntaskan pembayaran kontrak Thiess.
Sayang, upaya KONTAN meminta konfirmasi dari Direktur Utama BUMI, Ari Hudaya dan Sekretaris Perusahan BUMI, Dileep Srivastava tak membuahkan hasil. Mereka tak merespon panggilan dan pesan singkat KONTAN.
Selain menambang di ladang milik Arutmin, Thiess juga memiliki kontrak dengan anak usaha BUMI yang lain, PT Kaltim Prima Coal (KPC). Sejauh ini, kontrak penambangan di lahan pertambangan KPC lancar-lancar saja.
Laporan keuangan BUMI kuartal I-2013 memberikan gambaran tentang konflik Arutmin dan Thiess. Laporan keuangan BUMI menyatakan, Thiess mengklaim biaya standby di Senakin dan Satui, serta hasil washplants Senakin. Nilai klaim awal Thiess kala itu mencapai US$ 16,5 juta.
Namun, atas klaim itu, Arutmin justru mengajukan tuntutan balik senilai US$ 54 juta kepada Thiess, meliputi biaya demurrage (kelebihan waktu berlabuh), produksi yang buruk, sehingga tak sesuai target produksi.
Sekitar November 2011, nilai tuntutan klaim Thiess turun menjadi US$ 8,5 juta. Pada saat yang sama, Arutmin menawarkan dana sebesar US$ 1,6 juta. Beberapa kali BUMI dan Thiess menggelar pertemuan, tapi tak kunjung mencapai kata sepakat sampai sekarang.
Sebagai catatan, di samping menggarap tambang milik Grup Bakrie, Thiess mengerjakan beberapa tambang lain, seperti milik PT Bayan Resources Tbk (BYAN) dan pertambangan milik anak usaha PT Indika Energy Tbk, PT Kideco Jaya Agung. Kontrak penambangan batubara Thiess di Indonesia menyumbang sekitar 5,5% dari total pendapatan Leighton Holdings di tahun 2012. Tambang Senakin dan Satui sendiri menyumbangkan 1,5% terhadap total pendapatan Leighton Holdings tahun 2012.
Pengamat pasar modal, Yanuar Rizkie, menyatakan, ada sejumlah model kontrak penambangan antara kontraktor dan pemilik konsesi. Ada yang berdasarkan sistem bagi hasil, serta menggunakan biaya tetap (fixed cost). Jika memakai sistem bagi hasil, bisa jadi pembeli batubara BUMI belum membayar tagihan sehingga kesulitan membayar jasa Thiess. Jika berdasarkan fixed cost, ada kemungkinan kontrak dilakukan saat posisi harga batubara sedang tinggi.
Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo, menengarai, BUMI sedang mengalami kesulitan cashflow karena tumpukan utang dan bunga. Sebagai gambaran, tahun lalu saja, total beban bunga dan keuangan BUMI mencapai US$ 620,53 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News