Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja emiten di bawah naungan holding pertambangan MIND ID masih loyo. Ketiga emiten tambang milik negara yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS) kompak membukukan penurunan pendapatan sepanjang sembilan bulan pertama 2023.
Dari ketiga emiten tersebut, hanya ANTM yang laba bersihnya masih bertumbuh meskipun hanya single digit. ANTM membukukan laba periode berjalan pada sebesar Rp 2,85 triliun, tumbuh 8% dari laba pada periode sembilan bulan pertama tahun 2022 yang sebesar Rp 2,63 triliun.
Sementara dua emiten lainnya yakni PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Timah Tbk (TINS) harus rela kinerja keuangannya tergerus. Bahkan, TINS mengalami kerugian hingga Rp 87,45 miliar per kuartal III-2023, berbanding terbalik dari kondisi keuangan TINS pada periode yang sama tahun lalu, dimana TINS meraup laba bersih hingga Rp 1,14 triliun.
Baca Juga: Penurunan Harga Komoditas Menggerus Kinerja Emiten Tambang BUMN
Samuel Glenn Tanuwidjaja, Senior Equity Analyst Jasa Utama Capital Sekuritas menilai, penurunan kinerja ini sejalan dengan ekspektasi kondisi di sektor pertambangan. Harga sejumlah komoditas seperti batubara, nikel, timah, dan tembaga cenderung tertekan.
Hanya harga emas saja yang mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan permintaan safe haven asset di saat inflasi di AS dan inflasi negara berkembang masih meningkat. Harga emas juga tersepuh sentimen perang yang berkecamuk saat ini.
Kata Glenn, sentimen bearish untuk sektor pertambangan masih datang dari faktor pasokan komoditas logam dan energi yang berlimpah di China selaku konsumen terbesar komoditas tambang. Selain itu, krisis utang sektor properti di China juga menghambat impor logam dari Indonesia.
Di antara ketiga emiten tambang BUMN, Glenn melihat kinerja PTBA dan ANTM akan tetap defensif di tahun depan meski penuh volatilitas karena adanya efek pemilu dan sentimen resesi.
Baca Juga: Cuan Investasi Emas Batangan Antam Ukuran 1 Kg Tahun ini Sudah Mencapai Rp 33 Juta
Untuk PTBA, sentimen positif datang dari volume penjualan batubara yang masih mampu tumbuh 14,9% secara year-on-year (YoY) ke level 27,0 juta ton. Ditambah, volume penjualan ekspor PTBA masih cukup mengesankan, meningkat 24,4% YoY.
Namun, menurut Glenn, adanya peningkatan biaya royalti, biaya pengangkutan, dan biaya jasa pertambangan dapat menjadi sentimen pemberat kinerja PTBA. Hanya saja, Glenn menilai PTBA akan mampu untuk meningkatkan efisiensi operasional perusahaan.
“Biaya operasional & interest expense berhasil ditekan dan terjaga dibanding kuartal III-2022, sehingga saya cukup optimistis dengan perbaikan kinerja yang lebih efisien di 2024, seiring dengan pelemahan harga jual batubara,” terang Glenn kepada Kontan.co.id, Kamis (2/11).
Baca Juga: Kinerja Emiten Blue Chip Sektor Tambang Melorot, Barang Konsumsi Membaik
Terlebih, proyek PLTU dan proyek angkutan batubara kereta api juga berpotensi meningkatkan volume penjualan batubara PTBA serta mendorong efisiensi operasional PTBA di 2024.
Untuk ANTM, Glenn masih cukup yakin dengan stabilisasi harga emas sampai dengan akhir 2023. Glenn memprediksi harga emas akan bergerak di rentang US$ 1.940 sampai US$ 1.980 per ons troi.
Sementara untuk TINS, Glenn memprediksi pergerakan harga timah masih lebih suram dibandingkan pergerakan komoditas logam lain seperti nikel ataupun tembaga. Terbukti, harga patokan global timah sudah merosot hingga 25% secara year-to-date (YtD).
“Namun, proyek Smelter Ausmelt Furnace TINS kemungkinan akan meningkatkan kinerja operasional perusahaan dalam mengolah bijih timah kadar rendah ke depannya,” ujar Glenn.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News