kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.975.000   59.000   3,08%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Tenaga baru Barito Pacific di bisnis energi


Selasa, 12 September 2017 / 09:09 WIB
Tenaga baru Barito Pacific di bisnis energi


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - PT Barito Pacific Tbk (BRPT) ekspansif di bisnis energi. Selain menuntaskan akuisisi Star Energy Group Holding Pte Ltd (SEGHL), yang kini tercatat sebagai salah satu produsen listrik panas bumi terbesar di dunia, Barito Pacific juga tengah menyiapkan ekspansi besar-besaran di bisnis kelistrikan non-geotermal.

Lewat kongsi dengan PT Indonesia Power, anak usaha PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), BRPT membentuk usaha patungan guna membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa-9 dan Jawa-10 dengan kapasitas 2x1.000 megawatt (MW). Langkah ini menjadi realisasi diversifikasi bisnis perusahaan yang dibangun oleh pengusaha Prajogo Pangestu itu.

Lini bisnis energi pula yang diproyeksikan akan menyeimbangkan sumber utama pemasukan Grup Barito selama ini dari bisnis petrokimia. Selama ini, bisnis petrokimia yang digeluti anak usahanya, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), menjadi penyumbang terbesar pendapatan emiten yang berdiri sejak tahun 1979 itu.

Kepala Riset PT Mirae Asset Sekuritas Taye Shim menjelaskan, dalam laporan keuangan BRPT kuartal I-2017, Chandra Asri menyumbang 98,52% terhadap total pendapatan BRPT. "Karena sangat tergantung pada Chandra Asri, membuat pendapatan BRPT sangat sensitif terhadap fluktuasi harga minyak mentah dunia," ujarnya, Senin (11/9).

Nah, dengan rencana diversifikasi ke sektor kelistrikan, pemasukan BRPT bisa lebih tahan banting dan risikonya lebih tersebar. Bisnis listrik ini diyakini mampu menyangga pendapatan BRPT ke depan, sekalipun ada gonjang ganjing harga minyak.

Namun memang masih perlu waktu untuk menuntaskannya. Perhitungan Taye, akuisisi Star Energy yang bernilai US$ 715,11 juta baru tuntas di kuartal I-2018.

Kini, BRPT baru membayar uang muka akuisisi senilai US$ 300 juta dari hasil pinjaman bank. Alhasil, perusahaan yang kini dinakhodai Agus Salim Pangestu, anak tertua Prajogo Pangestu, ini harus menyediakan US$ 415 juta guna menuntaskan akuisisi 66,7% saham Star Energy.

Taye optimistis, upaya diversifikasi bisnis BRPT tersebut akan membuahkan hasil. Sejauh ini rekam jejak perusahaan yang awal berdiri bernama PT Bumi Raya Pura Mas Kalimantan ini cukup sukses dalam melakukan akuisisi. Pada 2007 BRPT berhasil mengambil alih Chandra Asri.

Segendang sepenarian, Riska Afriyani, Analis PT OSO Sekuritas, mengatakan, dengan masuk ke bisnis energi, proporsi pendapatan lini bisnis akan seimbang dengan sektor petrokimia. Bahkan, ia memperkirakan, kelak pendapatan dari sektor energi bisa menyumbang 60% dan sisanya yang 40% dari TPIA. "Kalau kontribusi Star Energy mungkin bisa terlihat tahun ini. Untuk pembangkit listrik baru perlu tiga tahun hingga lima tahun. jadi kemungkinan baru tahun 2020," ujar Riska.

Prospek saham

Hingga akhir tahun nanti, Riska optimistis, performa BRPT tetap ciamik karena prospek positif kinerja TPIA. Ia memproyeksikan, pendapatan BRPT hingga akhir tahun ini bisa tumbuh 32% menjadi US$ 2,58 miliar dibanding realisasi tahun 2016 senilai US$ 1,96 miliar. "Apalagi, Chandra Asri masih menjadi perusahaan petrokimia terbesar di Asia," terang Riska.

Walaupun merespon positif rencana diversifikasi bisnis BRPT, Riska mengingatkan, ada potensi arus kas yang besar dari aksi ini. Untuk membangun pembangkit listrik, emiten yang mencatatkan sahamnya di bursa tahun 1993 itu harus menyediakan anggaran belanja modal yang lebih besar dari sebelumnya.

Meski begitu, Arandi Ariantara, Analis PT Samuel Sekuritas, berkeyakinan BRPT tetap memiliki struktur pendanaan yang kuat untuk membiayai ekspansi bisnisnya di tahun ini. Memang, ia memperkirakan utang perusahaan ini akan naik hingga 59%. Tetapi current ratio BRPT tetap terjaga di angka 1,4 kali. "Kenaikan harga saham sebesar 258% dalam setahun terakhir kami yakini juga menjadi katalis pendukung rencana ekspansi," sebut Arandi dalam riset 4 September lalu.

Arandi tetap merekomendasikan buy saham BRPT, dengan target harga Rp 2.600 per saham. Sedang Riska merekomendasikan hold karena masih menanti hasil laporan keuangan BRPT kuartal II 2017. Karena itu, target harga yang Riska tetapkan masih Rp 2.130 per saham. Sementara Kevin Juido Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas punya rekomendasikan buy pada harga Rp 2.600 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×