Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak terlepas dari kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS.
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin rupiah tertekan dalam lima hari secara beruntun. Pelaku pasar global memburu dolar dan obligasi AS.
Faktor eksternal yang menjadi pemicunya berasal dari kenaikan suku bunga the Fed sebesar 75 basis points (bps) dan mengantarkan suku bunga acuan ke 4%.
Sementara, faktor internal yang memicu pelemahan rupiah berasal dari kebutuhan dolar AS yang tinggi sehingga korporasi memasuki waktu pembayaran kredit atau hutang usaha yang berbasis dolar melonjak di tambah aksi repatriasi.
Baca Juga: Kurs Rupiah Melemah Terhadap Hampir Semua Mata Uang, Dolar AS Masih Jadi Unggulan
Menurut Nanang, inflasi tahunan bulan Oktober yang menurun dari 5,95% menjadi 5,75% belum mampu untuk mengangkat nilai tukar rupiah untuk kembali menguat di bawah Rp 15.600 per dolar AS.
"Pergerakan rupiah memang sensitif dengan kondisi dolar AS. Inflow di pasar saham dan perburuan SBN tidak mampu menopang rupiah," kata Nanang kepada Kontan.co.id, Jumat (4/11).
Nanang mengatakan, selama dolar AS menguat, rupiah sulit berbalik menguat. Dolar AS menguat di tengah langkah The Fed mengerek suku bunga acuan 75 basis points empat kali berturut-turut hingga awa November.
"Bila sikap ini sudah mengendur dan berkurang pada pertemuan di Desember mendatang maka potensi pelemahan USD akan membantu rupiah bangkit," ujar Nanang.
Baca Juga: Kompak, Rupiah Jisdor Melemah 0,35% ke Rp 15.636 Per Dolar AS Pada Jumat (4/11)
Nanang berharap rilis data PDB Indonesia kuartal ketiga awal pekan depan yang diperkirakan surplus 5,44% menjadi 5,89% dapat menopang pergerakan rupiah pekan depan. Namun masih cukup sulit bagi rupiah untuk menguat dalam jangka pendek tanpa sentimen positif yang kuat.
Sementara pasar global akan mencermati serangkaian ajang penting dari AS pada pekan depan yakni aktualisasi terbaru dari laporan inflasi AS. Diharapkan angka inflasi akan berada di bawah 8% untuk memberi tekanan bagi dolar AS. Namun bila masih bertahan di atas 8,0% maka dolar AS pun masih perkasa.
Sementara, Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan pelemahan rupiah yang bergerak begitu cepat dipengaruhi oleh faktor eksternal yang memang masih sangat mendominasi pergerakan rupiah.
Pelaku pasar masih menilai The Fed masih akan melanjutkan kenaikan suku bunga acuan sehingga dolar AS masih diminati oleh pasar.
Baca Juga: Rupiah Spot Ditutup Melemah 0,27% ke Rp 15.738 Per Dolar AS Pada Jumat (4/11)
Terlebih terjadinya capital outflow yang meningkat juga menjadi katalis negatif bagi rupiah. Namun, Reny berharap tekanan terhadap rupiah dapat berkurang seiring dengan kebijakan The Fed yang less aggressive dan sudah priced in.
"Ditambah dengan kebijakan lanjutan Bank Indonesia dan membaiknya data-data fundamental ekonomi domestik dapat kembali membangun kepercayaan pasar," kata Reny.
Kendati demikian, perhitungan Nanang, rupiah tidak akan melebihi Rp 16.000 per dolar AS karena BI akan menjaganya sebagai level psikologis.
Senada Reny memprediksikan posisi rupiah akhir tahun akan berada di kisaran Rp 15.200 per dolar AS-Rp 15.300 per dolar AS. Penguatan rupiah itu bakal didukung oleh PDB yang diramal membaik dan mengendurnya agresivitas The Fed.
Nanang memperkirakan pada Senin (7/10) rupiah akan berada di level Rp 15.650 per dolar AS-Rp 15.800 per dolar AS. Sementara, Reny memprediksi rupiah akan berada di level Rp 15.623 per dolar AS-Rp 15.765 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News