Reporter: Amalia Fitri, Jane Aprilyani | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak rupanya sulit untuk bangkit sampai akhir tahun ini. Perlambatan ekonomi global ditambah ketidakpastian perang dagang masih menekan harga minyak.
Mengutip Bloomberg, Rabu (19/12) pukul 14.55 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) kontrak pengiriman Januari 2019 di New York Mercantile Exchange tercatat menguat. Harga minyak WTI naik 0,15% menjadi US$ 46,31 per barel. Namun, dalam sepekan, harga minyak WTI malah turun 9,46%.
Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan faktor yang memicu harga minyak kerap terkoreksi sampai akhir tahun adalah pelambatan ekonomi global dan sentimen perang dagang yang masih dirundung ketidakpastian. “Meskipun nanti malam akan ada informasi dari pertemuan pejabat Federal Reserve atau FOMC, namun tidak berdampak besar terhadap harga minyak,” kata Deddy kepada Kontan.co.id, Rabu (19/12).
Menurut Deddy, ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China menjadi kekhawatiran pasar sampai 90 hari. Presiden China, Xi Jinping di Beijing kemarin menegaskan tidak akan mengancam negara lain juga tidak ingin dipermainkan negara lain. Kekhawatiran pasar juga berasal dari perekonomian China yang melambat.
China telah merilis data penjualan ritel yang turun dari 8,6% menjadi 8,1% pada bulan November. Sementara dari data produksi industri menurun 5,4% dari yang sebelumnya 5,9%.
“Untuk saat ini, dengan kondisi global yang tidak pasti, wajar saja pelaku pasar memilih instrumen investasi emas sebagai aset safe haven. Karena diperkirakan akhir tahun pun, harga minyak berada di rentang US$ 41 sampai US$ 40 per barel,” kata Deddy.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka, Ibrahim menambahkan, perang dagang AS dan Tiongkok juga menjadi kunci penyebab merosotnya harga minyak. "Perang dagang memang sudah usai, tapi masalahnya terasa sekarang, salah satunya ya harga minyak ini," papar Ibrahim.
Analis Monex Investindo Futures Putu Agus Pransuamitra menyebut bahwa pelambatan ekonomi global jadi faktor utama harga minyak terbebani. Ia memperkirakan permintaan minyak sampai tahun depan masih akan turun akibat pelambatan ekonomi global.
Putu juga melihat bahwa bulan ini produksi minyak Rusia meningkat menjadi 11,42 juta barel per hari. “Ini rekor tertinggi yang menekan harga minyak mentah. Dan pemangkasan produksi baru dimulai dan berlaku bulan depan,” tuturnya.
Dengan jumlah produksi minyak yang terus meningkat, ditambah jumlah pemangkasan produksi OPEC dan Rusia yang hanya 1,2 juta barel per hari mulai tahun depan, Putu meyakini bahwa harga minyak besok dan sepekan masih akan melemah.
Dari segi teknikal, Putu melihat harga minyak berada di bawah garis MA 50, 100 dan 200. Tak hanya itu, indikator stochastic bergerak turun di area 5,8 sedangkan indikator RSI naik di area 24. Namun, indikator MACD bergerak naik di kisaran 2,7.
Putu memperkirakan harga minyak besok berada di rentang US$ 44,20 sampai US$ 50,80 per barel. Sedangkan sepekan, harga minyak berada di rentang US$ 42,00 sampai US$ 52,50 per barel.
Deddy memperkirakan besok harga minyak berkisar US$ 45,80-US$ 47,50 per barel. Sementara sepekan harga minyak berkisar US$ 45,2 sampai US$ 48,80 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News