Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mengaku kebijakan penyesuaian tarif royalti minerba dapat mempengaruhi kelangsungan bisnis emiten tersebut. Emiten produsen nikel ini pun menyiapkan langkah antisipasi untuk meminimalisasi dampak kenaikan tarif royalti.
Sebagai informasi, pemerintah merilis dua regulasi baru yang mengatur penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM), khususnya mengenai daftar tarif terbaru untuk komoditas minerba.
Regulasi pertama adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/2025 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau PNBP pada Kegiatan Usaha Pertambangan Batubara yang merevisi aturan sebelumnya dalam PP No. 15/2022.
Selain itu, pemerintah juga menetapkan PP No. 19/2025 mengenai Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku di Lingkup Kementerian ESDM.
Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) Bakal Dapat Cuan dari Bijih Nikel, Simak Rekomendasi Sahamnya
Sebagai contoh, komoditas bijih nikel mengalami kenaikan tarif royalti dari 10% menjadi 14%--19%. Sementara itu, tarif royalti bijih nikel kadar Ni <1,5% tetap di level 2%. Kemudian, tarif royalti nikel pig iron (NPI) berubah dari 5% menjadi 5%--7%, nikel matte naik dari 2% menjadi 3,5%--5,50%, dan feronikel naik dari 2% menjadi 4%--6%.
Chief Sustainability and Corp Affairs Officer Vale Indonesia Bernardus Irmanto mengatakan, pada dasarnya INCO menghormati setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, termasuk penyesuaian tarif royalti minerba.
Manajemen INCO memandang bahwa kebijakan ini sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengoptimalisasi penerimaan negara dari sektor sumber daya alam sekaligus memastikan kontribusi sektor pertambangan bagi pembangunan nasional tetap berkelanjutan.
Penyesuaian tarif royalti ini tentu akan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi struktur biaya operasional INCO. Namun demikian, INCO terus melakukan kajian internal untuk memastikan bahwa dampak tersebut dapat dimitigasi melalui berbagai inisiatif efisiensi, peningkatan produktivitas, serta optimalisasi proses bisnis.
"Prinsip keberlanjutan tetap menjadi dasar pengambilan keputusan kami dalam menavigasi perubahan ini," kata dia, Kamis (17/4).
Untuk ke depannya, strategi INCO tetap berfokus pada penguatan fundamental operasional dan keberlanjutan bisnis. INCO pun tidak melihat kenaikan tarif royalti ini sebagai semata-mata beban, melainkan sebagai pendorong untuk berinovasi dan mencari pendekatan baru yang lebih produktif dan berdaya saing.
"Kami juga akan terus meningkatkan keandalan operasi dan manajemen biaya agar dapat tetap kompetitif di tengah dinamika eksternal," tutur Bernardus.
Dia melanjutkan, produksi nikel akan tetap dioptimalkan INCO sesuai dengan kapasitas terpasang dan kondisi pasar, serta tetap mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan. Setiap langkah strategis dirancang INCO untuk menjaga keseimbangan antara pencapaian target kinerja dan pemenuhan kewajiban terhadap negara serta pemangku kepentingan lainnya.
Sebagai informasi, pada 2024 lalu, pendapatan INCO menyusut 22,87% year on year (yoy) menjadi US$ 950,38 juta. Laba bersih emiten ini juga tergerus 78,94% yoy menjadi US$ 57,76 juta.
Secara operasional, volume produksi dan penjualan nikel matte INCO tumbuh secara terbatas. Produksi nikel matte naik 0,82% yoy menjadi 71.311 metrik ton pada 2024. Realisasi produksi INCO ini melampaui target tahunan perusahaan yang dipatok sebesar 70.805 metrik ton.
Selanjutnya: Ahli Geologi Temukan Salah Satu Deposit Emas Terbesar di Bumi, Ini Lokasinya!
Menarik Dibaca: 5 Obat Tradisional Asam Urat Alami yang Layak Dicoba
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News