kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.929.000   -9.000   -0,46%
  • USD/IDR 16.280   -10,00   -0,06%
  • IDX 7.113   44,39   0,63%
  • KOMPAS100 1.038   7,95   0,77%
  • LQ45 802   5,08   0,64%
  • ISSI 229   1,99   0,87%
  • IDX30 417   1,49   0,36%
  • IDXHIDIV20 489   1,52   0,31%
  • IDX80 117   0,66   0,57%
  • IDXV30 119   -0,75   -0,63%
  • IDXQ30 135   0,08   0,06%

Tarif Baja dan Aluminium Mulai Berlaku, Begini Prospek Harga Logam Industri


Rabu, 04 Juni 2025 / 19:51 WIB
Tarif Baja dan Aluminium Mulai Berlaku, Begini Prospek Harga Logam Industri
ILUSTRASI. Suasana booth PT Sunrise Steel saat pameran IndoBuildTech 2022 di ICE BSD, Tangerang, Jumat (25/3/2022). Harga baja dan aluminium menguat di saat tarif Amerika Serikat (AS) terhadap kedua komoditas tersebut mulai berlaku.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga baja dan aluminium menguat di saat tarif Amerika Serikat (AS) terhadap kedua komoditas tersebut mulai berlaku. Meski begitu, secara umum tekanan harga masih akan membayangi harga logam industri.

Berdasarkan Trading Economics, harga baja naik 1,09% ke CNY 2.963 per ton pada Rabu (4/6) pukul 18.43 WIB. Sementara aluminium menguat 0,39% ke US$ 2.482 per ton.

Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong berpandangan meski alami penguatan harga tetapi tekanan harga masih membayangi, khususnya baja. Selain tarif, data manufaktur China yang jauh lebih lemah dari perkiraan menambah tekanan.

"Permintaan baja relatif stabil dalam beberapa tahun terakhir, tetapi kelebihan pasokan dari China akan terus menekan harga," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (4/6).

Baca Juga: Prospek Harga Logam Industri Masih Suram di 2025

Lukman menyarankan investor mencermati efek dari merger Nippon Steel dengan US Steel. Menurutnya, apabila dirampungkan akan membuat mereka menjadi produsen baja terbesar ketiga dunia dan tidak jauh dari posisi kedua.

"Apakah ini akan mendukung harga atau justru akan mengintensifikasi persaingan," sebutnya.

Di sisi lain, prospek aluminium diperkirakan lebih baik seiring permintaan masih kuat didukung oleh EV dan energi terbarukan. Pasokan aluminium juga tidak oversupply, produksi terbatasi oleh masalah lingkungan, biaya serta konsumsi energi yang tinggi.

Secara keseluruhan, prospek logam industri cenderung masih tertekan. Faktor utama yang mempengaruhi cukup berimbang, antara tarif Trump, ekonomi global, dan kebijakan China.

Untuk timah, pasokan cukup seimbang di antara negara produsen utama China, Myanmar dan Indonesia. Investor perlu mencermati disrupsi-disrupsi produksi dan kebijakan pemerintah masing-masing.

Baca Juga: Ekonomi Lambat, Prospek Harga Logam Industri Masih Berat

Sementara harga nikel masih tertahan oleh oversupply dari Indonesia. Sedangkan dari permintaan yang perlu dikhawatirkan adalah teknologi baterai EV yang makin beralih dari nikel.

Dari sejumlah logam industri, Lukman menilai prospek logam-logam untuk EV dan energi terbarukan akan lebih tangguh, misalnya tembaga, aluminium, dan nikel kendati mulai ditinggalkan.

Sedangkan logam yang lebih condong ke infrastruktur seperti jalanan dan bangunan cenderung masih lesu, seperti baja, walaupun baja juga digunakan di EV tetapi hanya 12% dibandingkan 52% untuk konstruksi.

Dus, harga nikel diperkirakan akan berkisar di US$ 15.000 - US$ 16.000 per ton, Baja CNY 2.400 - CNY 2.700 per ton di luar harga AS, Alumunium US$ 2.100 - US$ 2.200 per ton di luar harga AS, Timah US$ 28.000 per ton dan tembaga US$ 10.500 - US$ 11.000 per ton.

Selanjutnya: Kinerja Bank Syariah Kuartal I-2025: Siapa Paling Cemerlang?

Menarik Dibaca: Libur Panjang Idul Adha, OYO Hadirkan Diskon Hingga 75%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×