kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tahun depan, BNBR cari utang lagi US$ 1,4 miliar


Sabtu, 23 November 2013 / 06:27 WIB
Tahun depan, BNBR cari utang lagi US$ 1,4 miliar
ILUSTRASI. Hingga Minggu (10/7) ada tambahan 2.576 kasus baru corona, dengan 20.535 kasus aktif.. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Avanty Nurdiana

JAKARTA. PT Bakrie & Brother Tbk (BNBR) kembali mencari pendanaan eksternal. Induk usaha Grup Bakrie itu berniat mencari pinjaman senilai US$ 1,4 miliar di tahun depan.

Bobby Gafur Umar, Presiden Direktur BNBR menuturkan, dana pinjaman untuk membiayai pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Cirebon. Proyek tersebut digarap PT Tanjung Jati, anak usaha PT Bakrie Power.

PLTU Cirebon nantinya akan berkapasitas 2x660 megawatt (MW). Sejatinya investasi PLTU US$ 2 miliar untuk menyelesaikan proyek. "Dari total investasi tersebut, 70% kami cari dari kredit ekspor," kata Bobby.

BNBR mengklaim tengah bernegosiasi dengan calon kreditur dari Eropa, Jepang dan Korea Selatan. Bobby bilang, BNBR memang tidak memungkinkan meraih pinjaman dari kreditur lokal. Pasalnya, perbankan lokal biasanya tidak mau memberikan kredit dengan tenor di atas 10 tahun seperti keinginan BNBR.

Sumber pendanaan yang dijajaki BNBR guna menutupi kebutuhan Tanjung Jati tidak hanya berasal dari kredit ekspor. BNBR juga akan mencari investor strategis.

Nantinya, BNBR akan membentuk perusahaan patungan. Porsi saham antara keduanya seimbang alias 50:50. "Kami sedang berbicara dengan beberapa calon, targetnya Januari sudah bisa diumumkan," terang Bobby, Jumat (22/11).

BNBR juga sedang bernegosiasi dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk mendapat kenaikan harga jual listrik. PLN bakal menjadi pembeli listrik PLTU Tanjung Jati. Kedua belah pihak sudah menandatangani perjanjian pembelian listrik alias power purchase agreement (PPA) pada 1996.

Pada PPA tersebut, kedua belah pihak menyepakati tarif listrik sebesar US$ 4,5 sen per kwh. BNBR menilai, kesepakatan sudah tidak relevan lantaran kenaikan beberapa komponen produksi listrik.

BNBR mengklaim, tarif listrik yang paling optimal bagi kedua belah pihak itu semestinya berkisar US$ 6 sen-US$ 6,5 sen per kwh.

Bayar utang lama

BNBR juga mengaku sedang berusaha untuk melunasi utang lama. Utang jangka pendek plus gadai saham (repo) BNBR per 30 September 2013, mencapai Rp 4,1 triliun.

Jika tidak dikurangi, laporan keuangan BNBR tentu bakal tertekan lantaran beban bunga membengkak. Eddy Soeparno, Direktur Keuangan BNBR bilang, BNBR secara moderat ingin mengurangi sebagian tanggungan utang di tahun depan. BNBR menargetkan bisa mengurangi utang sekitar Rp 2,5 triliun-Rp 3 triliun. "Kalau kami mau agresif, pengurangan utang bisa Rp 3,5 triliun," kata Eddy.

Utang dari Credit Suisse AG Singapore (CS) menjadi target utama BNBR. Per 30 September 2013, saldo utang untuk mengakuisisi saham Bumi Plc ini tercatat Rp 2,25 triliun. Utang ini semestinya jatuh tempo Januari 2013. Namun, BNBR telah mendapatkan perpanjangan jatuh tempo hingga 2014.

Salah satu cara yang akan BNBR lakukan adalah dengan divestasi saham anak usaha. Rencana paling serius adalah divestasi 98% saham PT Bakrie Pipe Industries (BPI). Eddy mengatakan, ada satu investor lokal berminat mengakuisisi BPI dan sedang dalam negosiasi. BNBR juga akan divestasi 50% saham PT South East Asia Pipe Industries (SEAPI).

Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities menilai, BNBR perlu memperbaiki laporan keuangan. Caranya dengan mengurangi utang lama. Jika tidak, BNBR akan kesulitan mencari pinjaman baru. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×