kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,65   -11,86   -1.27%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tahan arus modal keluar, pemerintah perlu pertimbangkan kenaikan BI Rate


Selasa, 24 April 2018 / 21:43 WIB
Tahan arus modal keluar, pemerintah perlu pertimbangkan kenaikan BI Rate
ILUSTRASI. bursa saham; ihsg; bursa efek indonesia


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investor asing kembali keluar dari pasar modal. Tekanan akibat rencana kenaikan Fed Fund Rate (FFR) oleh Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) masih membayangi pasar. Minimnya sentimen positif dari dalam negeri juga kurang membantu menahan laju pelemahan indeks.

Indeks yang terkoreksi, seiring pula dengan keluarnya investor asing pada pasar reguler, tunai dan negosiasi. Sejak awal tahun, asing sudah keluar Rp 29,25 triliun. Sementara pada Selasa (24/4), asing masih mencatatkan net sell sebesar Rp 659,47 miliar.

Nico Omer Jonckheere, Vice President Research and Analyst Valbury Sekuritas Indonesia menyatakan asing yang terus keluar tersebut disebabkan oleh rupiah yang tertekan. Oleh karena itu, untuk menekan agar asing tidak terus keluar perlu adanya sinyal menaikkan suku bunga sehingga ada peluang investor asing kembali ke dalam negeri lagi. Sebab, “Ketika rupiah tidak tertekan lebih jauh lagi, karena investor asing menderita kerugian ketika rupiah melemah,” kata Nico kepada Kontan.co.id, Selasa (24/4).

Dia melanjutkan, The Fed masih memiliki rencana untuk menaikkan suku bunga. Hal itu bisa membuat spread makin menyempit antara suku bunga Indonesia dengan Amerika Serikat. Nico menyatakan, rupiah masih berpeluang tertekan hingga pemilihan umum presiden tahun depan. “Selama Bank Indonesia belum bersikap proaktif dengan menaikkan suku bunga saya khawatir tetap akan tertekan,” imbuhnya.

Menurut Nico, BI tetap harus memberikan sinyal kepada pasar bahwa mereka siap menstabilkan pasar dengan menaikkan suku bunga. Secara psikologis, tindakan tersebut dapat menenangkan pelaku pasar. “Semoga mereka menaikkan suku bunga sebelum pasar panik dan mereka terpaksa menaikkannya,” ujarnya.

Nico menambahkan, bila suku bunga naik 75 basis poin, level ini dinilai masih rendah. Terutama bila dibandingkan dengan rupiah melemah terus dan bisa terjadi panik. Nilai tukar yang melemah tersebut bisa membuat daya beli masyarakat turun. “Intervensi itu hanya buang duit saja. Menaikkan suku bunga lebih efektif namun secara politis itu memang tidak populer,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×