Reporter: Benedicta Prima | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten distributor alat sanitasi dan perlengkapan kamar mandi PT Surya Pertiwi Tbk (SPTO) di sisa tahun ini berharap pada pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan pemulihan sektor properti. Sebab, penutupan toko selama PSBB serta penurunan proyek sektor properti menjadi pemberat kinerja SPTO tahun ini.
Direktur Surya Pertiwi Irene Hamidjaja mengatakan, sepanjang Januari-September 2020 penjualan SPTO turun 17% secara tahunan (yoy). Penurunan terbesar terjadi di bulan April dan Mei 2020, saat PSBB pertama mengharuskan toko-toko untuk tutup sehingga penjualan ke toko turun drastis.
Irene memprediksi hingga akhir tahun nanti, penjualan SPTO bakal turun 15% hingga 20% yoy. “Setelah PSBB dilonggarkan di Juni, penjualan SPTO sudah mulai membaik terus sampai September 2020 ini. Pengembangan sektor properti juga cenderung lemah dengan pandemi ini, yang tentunya berdampak pada penjualan ke proyek,” kata Irene kepada Kontan.co.id, Jumat (6/11).
Bila dilihat dari sisi segmentasi, permintaan segmen menengah ke bawah cenderung lebih bertahan. Sedangkan daya beli sektor lain lebih terkena dampak pandemi Covid-19 yang juga membuat kondisi pasar secara nasional yang menurun.
Baca Juga: Loyo, laba bersih Surya Pertiwi (SPTO) anjlok 63% di paruh pertama 2020
Dus, di sisa tahun ini Surya Pertiwi memilih untuk fokus pada penghematan biaya dan menjaga arus kas. Apalagi saat ini jaringan distribusi SPTO sudah cukup luas, berada di sekitar 14 kota besar di luar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dan Surabaya, atau sekitar 85% dari seluruh Indonesia.
Irene menambahkan bahwa neraca keuangan SPTO cukup kuat sehingga bisa melewati masa pandemi dengan lancar. Adapun ekuitas SPTO per semester I-2020 tercatat sebesar Rp 1,78 triliun dan liabilitas tercatat sebesar Rp 1,11 triliun.
Sebagai gambaran, pada semester I-2020 lalu, sejalan dengan penurunan pendapatan 17,67% yoy menjadi Rp 855,78 miliar, beban pokok pendapatan juga turun 19,24% yoy menjadi Rp 619,23 miliar. Sementara itu beban usaha SPTO meningkat dari Rp 134,71 miliar menjadi Rp 177,08 miliar.
Baca Juga: Surya Toto (TOTO) konversi utang jadi modal ke entitas perusahaan di bidang properti
Beban lain-lain juga tercatat naik dari Rp 2,18 miliar menjadi Rp 11,94 miliar terutama karena kenaikan beban bunga dari Rp 7,9 miliar menjadi Rp 15,87 miliar. Beruntung, SPTO masih mampu mencatatkan laba bersih sebesar Rp 37,27 miliar, meski tetap mengalami penurunan dari periode sebelumnya.
Irene mengungkapkan, SPTO menjual 100% produknya di dalam negeri. Kondisi penjualan sangat terpengaruh dengan fluktuasi kondisi ekonomi nasional.
Surya Pertiwi optimistis kinerja tahun depan akan menjadi lebih positif seiring dengan pemulihan ekonomi yang progresif. “Salah satu strategi kami ke depan, dengan adanya fasilitas produksi baru di Gresik, Surabaya adalah mengenalkan lebih banyak tipe produk baru untuk menarik pasar yang lebih besar sehingga bisa mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasar yang sejauh ini sebesar 60%,” ujar Irene.
Dari segi realisasi belanja modal (capital expenditure), Surya Pertiwi menggunakan dana sekitar Rp 100 miliar untuk biaya pemeliharaan (maintenance capex). Dana tersebut berasal dari utang bank dan kas internal.
Baca Juga: Surya Pertiwi (SPTO) Berharap Relaksasi PSBB Bisa Memacu Kinerja
Irene mengatakan, SPTO belum membutuhkan capex yang besar karena beberapa tahun sebelumnya Surya Pertiwi telah melakukan ekspansi pabrik di Gresik, Surabaya. Lahan di sana cukup untuk 10 lini produksi, sedangkan saat ini baru terpasang dua lini. Dus, SPTO baru membutuhkan capex yang cukup besar apabila akan mengembangkan lini bisnis ketiga.
“Tahun depan mungkin akan sama dengan tahun ini sekitar Rp 50 juta hingga Rp 100 miliar untuk maintenance capex jika tidak ada ekspansi untuk lini ketiga. Asal dana akan dari utang bank dan kas internal," ”pungkas dia.
Baca Juga: Surya Pertiwi (SPTO) harapkan angin segar dari relaksasi PSBB
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News