Reporter: Benedicta Prima | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Beban lain-lain juga tercatat naik dari Rp 2,18 miliar menjadi Rp 11,94 miliar terutama karena kenaikan beban bunga dari Rp 7,9 miliar menjadi Rp 15,87 miliar. Beruntung, SPTO masih mampu mencatatkan laba bersih sebesar Rp 37,27 miliar, meski tetap mengalami penurunan dari periode sebelumnya.
Irene mengungkapkan, SPTO menjual 100% produknya di dalam negeri. Kondisi penjualan sangat terpengaruh dengan fluktuasi kondisi ekonomi nasional.
Surya Pertiwi optimistis kinerja tahun depan akan menjadi lebih positif seiring dengan pemulihan ekonomi yang progresif. “Salah satu strategi kami ke depan, dengan adanya fasilitas produksi baru di Gresik, Surabaya adalah mengenalkan lebih banyak tipe produk baru untuk menarik pasar yang lebih besar sehingga bisa mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasar yang sejauh ini sebesar 60%,” ujar Irene.
Dari segi realisasi belanja modal (capital expenditure), Surya Pertiwi menggunakan dana sekitar Rp 100 miliar untuk biaya pemeliharaan (maintenance capex). Dana tersebut berasal dari utang bank dan kas internal.
Baca Juga: Surya Pertiwi (SPTO) Berharap Relaksasi PSBB Bisa Memacu Kinerja
Irene mengatakan, SPTO belum membutuhkan capex yang besar karena beberapa tahun sebelumnya Surya Pertiwi telah melakukan ekspansi pabrik di Gresik, Surabaya. Lahan di sana cukup untuk 10 lini produksi, sedangkan saat ini baru terpasang dua lini. Dus, SPTO baru membutuhkan capex yang cukup besar apabila akan mengembangkan lini bisnis ketiga.
“Tahun depan mungkin akan sama dengan tahun ini sekitar Rp 50 juta hingga Rp 100 miliar untuk maintenance capex jika tidak ada ekspansi untuk lini ketiga. Asal dana akan dari utang bank dan kas internal," ”pungkas dia.
Baca Juga: Surya Pertiwi (SPTO) harapkan angin segar dari relaksasi PSBB
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News