Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) membukukan penurunan kinerja sepanjang 2020. Produsen amoniak ini membukukan rugi bersih senilai US$ 19,12 juta pada tahun lalu. Padahal, di tahun 2019 emiten ini masih membukukan laba bersih senilai US$ 2,63 juta.
Penurunan laba bersih ini sejalan dengan penurunan pendapatan. ESSA mencatatkan pendapatan bersih senilai US$ 175,51 juta pada 2020, turun 20,9% dari realiasi pendapatan tahun sebelumnya yang mencapai US$ 221,91 juta.
Secara rinci, pendapatan ESSA tahun lalu didominasi oleh penjualan ammonia senilai US$ 147,50 juta. Disusul oleh penjualan elpiji senilai US$24,52 juta, dan jasa pengolahan senilai US$3,48 juta.
Adapun penjualan yang melebihi 10% dari penjualan bersih tahun lalu di antaranya penjualan kepada Genesis Corporation senilai US$ 147,50 juta dan PT Pertamina (Persero) senilai US$ 24,52 juta.
ESSA mencatatkan penurunan sejumlah beban tahun lalu. Misalkan saja beban pokok pendapatan menurun 25,5% menjadi US$ 136,13 juta. Beban umum dan administrasi juga menurun 9,6% menjadi US$ 14,3 juta.
Baca Juga: Ini capaian kinerja operasional Surya Esa Perkasa (ESSA) sepanjang 2020
Namun, beban penjualan terpantau naik 769%, dari semula US$ 257.152 menjadi US$ 2,23 juta.
ESSA juga mencatat penurunan kinerja operasional. Tahun lalu, ESSA mencatatkan produksi liquefied petroleum gas (LPG) sebesar 61.448 metric ton (MT) atau menurun 17,9% dari total produksi tahun 2019 yang mencapai 74.871 MT.
ESSA juga mencatatkan penurunan produksi kondensat sebesar 139.961 barel atau menurun 15,1% dari produksi tahun 2019 yang mencapai 164.948 barel. Penurunan juga dialami oleh lini produksi ammonia. ESSA mencatatkan produksi sebesar 659.734 MT atau menurun 13,9% dari 766.988 MT di 2019.
Presiden Direktur & Chief Executive Officer ESSA Vinod Laroya mengatakan, capaian ini diraih dengan tetap mempekerjakan semua pekerja serta menyediakan perawatan kesehatan dan standar keselamatan dengan kualitas terbaik.
“Ke depan, ESSA akan terus meningkatkan kinerjanya seiring dengan pemulihan harga dan permintaan di pasar global. Dengan rekam jejak produksi yang kuat, budaya karyawan dan tim manajemen yang telah mampu melalui tahun 2020 yang sulit, kami siap untuk terus menciptakan pertumbuhan di masa mendatang,” terang Vinod dalam keterangan resminya yang diterima Kontan.co.id, Minggu (21/3).
Meskipun harga Amonia mengalami penurunan secara signifikan akibat dampak Covid-19 yang mengakibatkan pelambatan di tahun 2020, Vinod melihat amonia relatif mampu bertahan terhadap pandemi.
Hal ini ditunjukkan dengan kenaikan kembali harga Amonia secara signifikan sejak Januari 2021, yang didorong oleh masalah hambatan pasokan serta karena memasuki masa awal pemulihan permintaan.
Baca Juga: Gaet perusahaan Jepang dan ITB, Surya Essa (ESSA) kembangkan blue ammonia
Lebih lanjut, Vinod juga melihat trend peningkatan permintaan Amonia akibat keterbatasan pasokan. ESSA juga melihat potensi kenaikan yang signifikan untuk mengembangkan amonia biru (blue ammonia) pada fasilitas produksi Amonia ESSA sebagai alternatif energi rendah-karbon untuk masa depan.
Pada 18 Maret 2021 lalu, ESSA melalui anak usahanya, yakni PT Panca Amara Utama (PAU), menandatangani MoU tentang pengumpulan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (carbon capture, utilization & storage /CCUS) bersama dengan Japan Oil, Gas and Metals National Corporation (JOGMEC), Mitsubishi Corporation (MC), dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kerjasama ini dilakukan untuk mengembangkan produksi amonia rendah karbon atau dikenal sebagai amonia biru di Indonesia.
”Hal ini menegaskan komitmen kami dalam menciptakan masa depan berkelanjutan sambil memperluas jangkauan pasar amonia saat ini,” lanjut Vinod.
Selanjutnya: Harga saham ESSA (Surya Eka Perkasa) Rp 234 per saham, lihat PER dan PBV (28/12)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News