Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
Made menjabarkan, ada beberapa faktor yang mendorong permintaan dan apreasiasi harga SUN sejak awal tahun.
Pertama, aksi Bank Indonesia (BI) yang memangkas suku bunga acuan sebanyak tiga kali dengan total nilai 75 bps menjadi 6,75%.
Kedua, inflasi yang terjaga. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, Indonesia mengalami inflasi sebesar 0,62% pada kuartal I 2016.
"Pemerintah juga berusaha menciptakan permintaan dengan mendorong investor dalam negeri untuk membesarkan porsi SBN," jelasnya.
Dalam POJK No.1/POJK.05/2016, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan institusi seperti dana pensiun, asuransi, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memarkirkan dana minimal 10% - 30% pada instrumen SBN sebelum akhir tahun 2016.
Desmon Silitonga, Analis PT Capital Asset Management menambahkan, performa rupiah di hadapan mata uang Negeri Paman Sam yang relatif stabil juga menjadi katalis positif.
Dari eksternal yakni tren suku bunga negatif beberapa negara maju seperti Eropa, Jepang dan Swiss. "Hal ini membuat likuiditas global besar sehingga mereka mengincar SUN dengan yield yang atraktif," jelasnya.
Apalagi Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed masih mempertahankan suku bunga acuan di level 0,25% - 0,5%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News