Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Sepanjang 2016, nilai penghimpunan dana melalui rights issue memecahkan rekor di Bursa Efek Indonesia. Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga minggu ketiga Desember 2016, dana rights issue mencapai Rp 67,4 triliun.
Pencapaian ini termasuk rights issue sejumlah emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memperoleh pendanaan pemerintah melalui penyertaan modal negara (PMN). Ada beberapa BUMN yang menggelar rights issue pada tahun lalu seperti PT PP Tbk (PTPP), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR).
Ingin mengulang sukses tahun lalu, otoritas BEI mengharapkan rights issue bisa menjadi solusi pendanaan emiten pada tahun ini. Pengurus bursa ingin realisasi rights issue sepanjang 2017 bisa menyamai pencapaian rights issue 2016.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat menyebutkan, saat ini ada emiten di beberapa sektor yang kemungkinan besar melaksanakan rights issue pada 2017. "Kemungkinan dari perusahaan infrastruktur yang membutuhkan pembiayaan yang lebih besar," ungkap Samsul, kemarin (10/1).
Berdasarkan catatan KONTAN, pada tahun ini ada beberapa emiten yang berniat melaksanakan rights issue, antara lain PT PP Properti Tbk. (PPRO) dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI). PPRO ingin menjaring dana rights issue sebesar Rp 1,5 triliun.
Sementara BUMI akan melaksanakan rights issue. Dana yang bakal diraup dari aksi ini bisa mencapai Rp 35,1 triliun.
Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, menilai, pada tahun lalu pendanaan melalui rights issue menjadi suatu pilihan yang menarik. Apalagi dana yang masuk dari pemerintah untuk BUMN melalui skema PMN.
Meski demikian, pada tahun ini Hans melihat PMN akan terbatas lantaran pemerintah akan lebih selektif memberikan dananya kepada perusahaan pelat merah. Oleh karena itu, dia memperkirakan rights issue pada 2017 cenderung lebih sepi, apalagi di semester pertama tahun ini.
"Korporasi mungkin akan memilih melakukan rights issue apabila ekonomi berkembang. Mereka kemungkinan baru ekspansi pada semester kedua," kata Hans kepada KONTAN, kemarin.
Ada beberapa hal yang membuat perusahaan cenderung wait and see dalam melakukan rights issue. Misalnya, mencermati langkah Presiden terpilih AS Donald Trump dan program 10 harinya.
Kemudian pilkada serentak yang berlangsung pada Februari, serta rencana kenaikan bunga The Fed. Rights issue, menurut Hans, sangat bergantung pada penyerapan pasar.
Korporasi akan rights issue apabila pasar sedang bullish sehingga saham dapat dijual dengan harga lebih tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News