Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi Indonesia masih dipandang optimistis di tahun depan. Adanya potensi pemangkasan suku bunga lanjutan oleh The Fed berpotensi mendukung aliran masuk (inflow) ke pasar surat utang Indonesia.
Director & Chief Investment Officer, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula menilai, pasar obligasi Indonesia tahun depan masih akan positif. Optimisme itu karena The Fed kemungkinan melanjutkan pemangkasan suku bunga acuannya di tahun depan.
Suku bunga diturunkan akan menjadi angin segar bagi prospek ekonomi global. Dimana, perekonomian global diperkirakan tetap akan memasuki siklus moderasi pertumbuhan dan melandainya inflasi.
Baca Juga: Kinerja Reksadana Berbalik Arah, Pasar Uang Memimpin Penguatan, Ini 5 Terbaiknya
Meskipun jumlah pemangkasan The Fed lebih sedikit menjadi sekitar 75 bps untuk tahun 2025, namun sentimen itu dianggap cukup untuk mendorong kenaikan pasar obligasi. Investor pun sekarang telah priced-in atau menyesuaikan jumlah pemangkasan bunga yang lebih sedikit.
"Kami tetap melihat potensi pemangkasan suku bunga Fed masih terbuka tahun depan dan penurunan suku bunga global akan mendukung pasar obligasi Indonesia," ungkap Ezra saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (16/12).
Ezra menuturkan, pemangkasan berlanjut suku bunga Fed akan berdampak pada nilai tukar rupiah yang lebih stabil.
Kondisi stabilnya nilai tukar ini membuka peluang untuk terjadi arus masuk (inflow) ke pasar keuangan Indonesia, termasuk obligasi.
Apalagi, Indonesia menawarkan imbal hasil rill (real yield) salah satu yang tertinggi di antara negara Emerging Market. Real yield merupakan selisih suku bunga yang dibagi dengan tingkat inflasi suatu negara.
Oleh karena itu, Ezra menyebutkan, MAMI memproyeksi adanya pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh The Fed, maka yield SUN 10 Tahun sebagai acuan (benchmark) berpotensi turun atau menguat kembali ke rentang 6% - 6,25% di 2025.
Hanya saja, perlu diwaspadai kebijakan Donald Trump yang berpotensi mengurangi daya tarik investasi di pasar surat utang Indonesia. Serangkaian kebijakan Trump bisa menarik minat investasi ke pasar Amerika.
Baca Juga: BI Tahan Suku Bunga Acuan, Fokus Stabilitas Rupiah di Tengah Tekanan Global
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas, Ramdhan Ario Maruto melihat, investor sejauh ini masih menunggu kebijakan-kebijakan yang bakal diambil oleh Trump. Antisipasi pasar tersebut karena kepemimpinan Donald Trump sebelumnya erat dengan ketidakpastian seperti yang ditimbulkan dari perang dagang AS-China.
"Market masih menganggap bahwa pola dan cara Trump memang akhirnya akan membuat potensi ketidakpastian pasar akan meningkat di 2025," kata Ramdhan kepada Kontan.co.id, Minggu (15/12).
Oleh karena itu, Ramdhan mencermati, wajar saja apabila yield atau imbal hasil obligasi domestik kemungkinan bakal tertekan di tahun depan. Pasar surat utang tertekan faktor eksternal dari ketidakpastian suku bunga ataupun perang dagang.
Di lain sisi, inflasi Indonesia cukup mendukung posisi obligasi domestik. Walaupun memang rencana kenaikan pajak seperti PPN 12% agak cukup menggangu prospek perekonomian dalam negeri.
Menurut Ramdhan, kemungkinan yield obligasi domestik akan di kisaran 7,1%-7,2% di semester pertama tahun depan, dengan perkiraan level positif antara 6,5%-7%. Namun walaupun nanti ada potensi penguatan, tapi penguatan akan sangat terbatas.
"Secara keseluruhan, kita harus melihat dulu kebijakan-kebijakan Trump. Kita tidak bisa pungkiri bahwa Amerika merupakan leader di pasar keuangan global," sebut Ramdhan.
Adapun selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen hingga 12 Desember 2024, Bank Indonesia mencatat non residen (asing) tercatat beli neto sebesar Rp 22,78 triliun di pasar saham, Rp 38,63 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 171,36 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Berdasarkan data transaksi 9 -12 Desember 2024, nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp 7,33 triliun, terdiri dari jual neto sebesar Rp 1,31 triliun di pasar saham, beli neto sebesar Rp 8,84 triliun di pasar SBN, dan jual neto sebesar Rp 0,20 triliun di SRBI.
Selanjutnya: Harga Minyak Dunia Turun Senin (16/12), Brent ke US$73,89 & WTI ke US$70,59
Menarik Dibaca: Bagaimana Cara Menurunkan Gula Darah dengan Cepat Tanpa Insulin? Ini 12 Caranya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News