kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.594.000   17.000   1,08%
  • USD/IDR 16.370   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.155   47,14   0,66%
  • KOMPAS100 1.057   5,10   0,48%
  • LQ45 832   4,41   0,53%
  • ISSI 214   1,71   0,81%
  • IDX30 429   2,76   0,65%
  • IDXHIDIV20 512   2,62   0,51%
  • IDX80 121   0,63   0,53%
  • IDXV30 124   0,17   0,14%
  • IDXQ30 141   0,95   0,68%

Suku Bunga BI Rate Dipangkas, Reksadana Jenis Apa yang Bakal Untung?


Jumat, 17 Januari 2025 / 20:01 WIB
Suku Bunga BI Rate Dipangkas, Reksadana Jenis Apa yang Bakal Untung?
ILUSTRASI. Tren pemangkasan suku bunga acuan akan menggairahkan kembali minat investasi reksadana saham.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Tren pemangkasan suku bunga acuan akan menggairahkan kembali minat investasi reksadana saham. Di tengah ketidakpastian global, reksadana pasar uang dan pendapatan tetap bisa menjadi pilihan aman.

CEO Pinnacle Investment Indonesia, Guntur Putra memandang bahwa pemangkasan suku bunga BI Rate oleh Bank Indonesia (BI) tentunya akan memberikan dampak signifikan terhadap pasar finansial, termasuk investasi reksadana.

Pemotongan suku bunga BI Rate semestinya cenderung mendorong arus investasi masuk (capital inflow). Investor akan lebih mencari instrumen dengan imbal hasil yang lebih tinggi, namun tetap mempertimbangkan risiko.

"Secara keseluruhan, penurunan suku bunga domestik dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong kinerja sektor-sektor ekonomi tertentu, seperti konsumsi dan infrastruktur," kata Guntur kepada Kontan.co.id, Jumat (17/1).

Baca Juga: Kendati Bunganya Terus Turun, Minat Perbankan Terhadap Instrumen SRBI Tetap Tinggi

Seperti diketahui, Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,75% pada pertemuan 14-15 Januari 2025. Selain itu, suku bunga Deposit Facility menjadi 5,00% dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,50%.

Guntur bilang, potensi penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa menjadi faktor pendorong bagi reksadana saham, terutama jika suku bunga acuan BI dipangkas lebih lanjut. Pada gilirannya, penurunan suku bunga dapat memperkuat kinerja saham sebagai underlying asset reksadana saham.

Jika suku bunga BI dipangkas, pada umumnya, pasar saham cenderung mendapat dukungan karena penurunan suku bunga biasanya akan mengurangi cost of fund, meningkatkan profitabilitas perusahaan, dan dapat mendorong konsumsi. Adapun sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga, seperti properti, konsumsi, dan perbankan, biasanya akan diuntungkan.

"Saham-saham blue-chip yang memiliki daya tahan yang baik terhadap volatilitas pasar dan stabilitas dividen juga bisa menjadi pilihan yang menarik, dan dapat dilihat juga sektor-sektor yang diuntungkan oleh penurunan suku bunga, seperti konsumsi, perbankan, dan infrastruktur," ujar Guntur.

Baca Juga: Pefindo Proyeksikan Rata-Rata Kupon SBN Ritel 6,3% - 6,7% di 2025

Namun demikian, faktor eksternal seperti kebijakan The Fed yang lebih ketat, tetap harus diperhatikan. Sikap hawkish the Fed menahan suku bunga tinggi dapat membatasi aliran modal masuk ke Indonesia.

Selain reksadana saham, Guntur melihat bahwa reksadana pasar uang dan pendapatan tetap bisa menjadi pilihan aman untuk investor yang menginginkan stabilitas, terutama dalam ketidakpastian ekonomi global. Meskipun suku bunga global masih tidak pasti.

Reksadana pasar uang tetap menawarkan likuiditas dan risiko yang lebih rendah. Sementara itu, reksadana pendapatan tetap, khususnya yang berinvestasi di obligasi jangka panjang, bisa mendapat keuntungan dari penurunan suku bunga karena harga obligasi cenderung naik seiring dengan penurunan suku bunga.

Di pasar obligasi, terutama yang berinvestasi di surat utang jangka panjang, juga cenderung menguat karena harga obligasi akan naik seiring dengan penurunan suku bunga. Namun tentunya masih banyak faktor lain yang akan memengaruhi pasar saham dan obligasi di luar dari penurunan tingkat suku bunga.

Baca Juga: Kredit Menganggur Perbankan Masih Menumpuk, Ini Pemicunya

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja berbagai reksadana seperti ketidakpastian di bawah pemerintahan Donald Trump yang akan mulai menjabat pekan depan sebagai presiden AS.

"Kebijakan Trump yang akan diimplementasi dalam waktu dekat termasuk masalah tarif dan kebijakan perdagangan juga dapat mempengaruhi volatilitas dan fluktuasi di pasar global dan domestik," sebut Guntur.

Adapun di sepanjang tahun 2024 lalu, indeks reksadana saham terkoreksi paling tajam mencapai -8,87%, berdasarkan data Infovesta Utama. Kelas aset saham mencatatkan kinerja terburuk daripada reksadana campuran -1,05%, sedangkan reksadana pendapatan tetap dan reksadana pasar uang catatkan pertumbuhan return masing-masing 3,30% dan 4,63%.

Selanjutnya: Hanwha Life Luncurkan Mobil Family Center, Optimalkan Layanan Konseling Wanita & Anak

Menarik Dibaca: OYO Catat Jakarta Jadi Destinasi Liburan Terpopuler Selama Perayaan Tahun Baru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×