Reporter: Nadya Zahira | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) resmi menaikkan suku bunga acuan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25% pada bulan lalu. Kenaikan BI rate ini dilakukan untuk merespons pelemahan rupiah di tengah ketidakpastian global yang meningkat.
Chief Dealer Fixed Income & Derivatives Bank Negara Indonesia (BNI), Fudji Rahardjo mengatakan, di tengah kondisi yang terjadi saat ini, para investor maupun calon investor dapat menjadikan obligasi jangka pendek sebagai opsi pilihan dalam berinvestasi.
Baca Juga: Indeks Global Stagnan, Dolar AS Melemah Menjelang Rilis Data Inflasi AS
“Kondisi seperti ini cenderung akan mendorong investor untuk lebih memilih tenor pendek dibandingkan tenor panjang,” kata Fudji saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (13/5).
Namun, dia mengatakan ketika terjadi perubahan view suku bunga menjadi turun, maka investor ataupun calon investor dapat beralih ke obligasi jangka panjang atau ke instrumen lain yang lebih berisiko seperti saham.
Selain suku bunga, Fudji bilang, investor juga perlu antisipasi terhadap inflasi dan situasi geopolitik.
“Tetapi karena saat ini cenderung yield flat, maka tenor pendek menjadi pilihan yang menarik,” kata dia.
Baca Juga: Tren Outflow Dana Asing Meresahkan Para Investor
Di sisi lain, Fudji melihat dengan kondisi saat ini, suku bunga masih cukup cenderung tinggi untuk waktu yang lama.
Hal ini mendorong yield curve bonds Indonesia menjadi datar sehingga selisih yield antara tenor pendek dan tenor panjang terus menipis.
Untuk itu, Fudji menuturkan bahwa investor perlu memperhatikan perkembangan global, terutama kebijakan tingkat suku bunga Amerika Serikat (AS) dan kondisi geopolitik yang terjadi saat ini, terutama di Timur Tengah.
Menurutnya, dua faktor ini yang paling mempengaruhi pergerakan obligasi di Indonesia.
Baca Juga: BOJ Pangkas Pembelian Obligasi Pemerintah, Beri Sinyal Hawkish ke Pasar
Selaras dengan hal ini, Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi mengatakan, dalam kondisi suku bunga yang tinggi, investasi pada obligasi, khususnya obligasi pemerintah, menjadi menarik karena tingkat suku bunga kebijakan Bank Indonesia sudah mencapai puncaknya.
Reza menilai, investasi pada obligasi tenor pendek atau menengah cukup menarik saat ini untuk memanfaatkan momentum harga yang masih terbilang wajar di tengah suku bunga yang masih tinggi.
Tak hanya itu, obligasi jangka pendek-menengah menjadi pilihan investasi untuk para investor dengan risiko rendah. Sedangkan obligasi bertenor panjang memiliki risiko yang lebih besar karena menawarkan yield yang lebih tinggi.
Baca Juga: Ada Potensi Rebound Lanjutan IHSG, Saham-Saham Berikut Bisa Dicermati
“Namun dalam kondisi suku bunga yang naik, obligasi tenor pendek mungkin tidak seatraktif tenor panjang karena yield (imbal hasil) obligasi akan naik ketika suku bunga tinggi,” kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (13/5).
Lebih lanjut, Reza menyebutkan beberapa faktor yang perlu diperhatikan investor di era seku bunga tinggi yakni diantaranya dengan menentukan tujuan investasi.
Pasalnya, setiap investor memiliki tujuan yang berbeda guna mempengaruhi pilihan instrumen investasi.
Kemudian, memahami profil risiko pribadi, memahami aset yang digunakan dalam instrumen investasi obligasi, lalu memahami dari mana hasil uang yang akan diperoleh, seperti kupon atau pendapatan tetap dari surat utang, hingga mempertimbangkan kredibilitas dan kesehatan finansial penerbit obligasi.
“Jadi kesimpulannya, obligasi di era bunga tinggi dapat menjadi pilihan yang menarik, terutama untuk tenor pendek karena reskinya kecil. Namun, penting bagi investor untuk mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk tujuan investasi, profil risiko, dan karakteristik obligasi yang dipilih,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News