Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten properti diproyeksikan akan berat di tahun 2025. Padahal, raihan pendapatan prapenjualan alias marketing sales masih cukup baik di tahun 2024.
Asal tahu saja, Bank Indonesia (BI) baru saja menahan suku bunga di level 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu (19/3). The Fed juga menahan suku bunga acuan di level 4,5%
Penahanan suku bunga itu memberikan sentimen buruk ke kinerja emiten sektor properti.
Hal itu semakin ditambah dengan melemahnya IDX Properties & Real Estates sebesar 9,55% sejak awal tahun alias year to date (YTD) per hari ini, Kamis (20/3). Penurunan itu memang seiring dengan pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sudah turun 9,86% YTD.
Padahal, sejumlah emiten mencatatkan pertumbuhan marketing sales di tahun lalu. Misalnya, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) mencatatkan marketing sales sebesar Rp 11,01 triliun di tahun 2024, naik sekitar 8% secara tahunan alias year on year (YoY).
PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) mencatatkan raihan marketing sales Rp 9,72 triliun di tahun 2024, naik 2% yoy. PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) meraih marketing sales Rp 3,16 triliun, naik 76% yoy. Sementara, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) marketing salesnya Rp 6,01 triliun tahun lalu, naik 155% YoY.
Baca Juga: IHSG Menguat 1,11% ke 6.381 pada Kamis (20/3), AMMN, KLBF, SIDO Jadi Top Gainers LQ45
PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) juga mencatatkan kinerja apik tahun lalu. Perseroan berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 1,37 triliun di tahun 2024, naik 79,29% yoy.
Pertumbuhan laba bersih SMRA didorong oleh peningkatan pendapatan neto sebesar 59,53% YoY menjadi Rp 10,62 triliun pada tahun 2024, dari Rp 6,65 triliun di tahun 2023.
Sayangnya, raihan marketing sales SMRA hanya Rp 4,36 triliun tahun lalu, kurang dari target sebesar Rp 5 triliun.
Direktur Summarecon Agung Lydia Tjio mengatakan, Kenaikan pendapatan dan laba di tahun 2024 didukung oleh adanya peningkatan pendapatan di seluruh segmen bisnis yang dimiliki Perseroan.
Pertama, pendapatan segmen Property Development naik 85,5% yoy dari Rp 4,04 triliun di tahun 2023 menjadi Rp 7,50 triliun di tahun 2024. Hal ini terutama adanya PPN DTP yang berhasil mencatat pendapatan Rp 1,8 triliun dari pendapatan tahun berjalan.
“Juga adanya pencatatan pendapatan dari penjualan tahun tahun sebelumnya yang telah diserahterimakan di tahun 2024,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (19/3).
Kedua, pendapatan segmen Investment Property naik 23,8% yoy dari Rp 1,74 triliun di tahun 2023 menjadi Rp 2,15 triliun di tahun 2024.
Baca Juga: Bersama Mencapai Puncak (BAIK) Akan Buyback Saham di Tengah Penurunan IHSG
Segmen ini merupakan pendapatan berulang bagi Perseroan dari bisnis mall yang dimiliki oleh SMRA saat ini, yaitu Summarecon Mall Kelapa Gading, Summarecon Mall Serpong, Summarecon Mall Bekasi, Summarecon Villaggio Outlets di Karawang, Summarecon Mall Bandung, dan Samasta Village di Bali.
“Kenaikan pendapatan disebabkan oleh adanya kenaikan occupancy dan juga harga sewa,” katanya.
Ketiga, pendapatan segmen Leisure, Hospitality and Others naik 10,4% yoy dari Rp 876,1 miliar di tahun 2023 menjadi Rp 967,3 miliar di tahun 2024 juga, termasuk pendapatan berulang bagi perseroan dari bisnis hotel, sport club, dan lain-lain yang dimiliki.
Di tahun 2025, SMRA pun menargetkan marketing sales sebesar Rp 5 triliun yang akan didukung dari penjualan produk-produk properti yang ditawarkan/dimiliki oleh perseroan di sembilan township SMRA saat ini.
Lydia menuturkan, SMRA akan meluncurkan banyak produk-produk baru (new launches) yang tersebar di seluruh township. Sedangkan, proyek-proyek untuk investment property di tahun ini adalah pengembangan Summarecon Mall Bekasi tahap 2, Summarecon Mall Makassar, dan hotel di Serpong.
Untuk mewujudkan rencana proyek, SMRA menganggarkan belanja modal alias capital expenditure (capex) sekitar Rp 2 triliun di tahun 2025.
“Rencana penggunaan anggaran capex tersebut adalah dialokasikan untuk rencana penambahan cadangan lahan sekitar Rp 1 triliun dan untuk rencana pengembangan bisnis investment property (mall dan hotel) sekitar Rp 1 triliun,” paparnya.
Analis Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora menilai, dari 4 emiten properti berkapitalisasi pasar besar, yaitu PANI, CTRA, BSDE, dan SMRA, hanya SMRA saja yang marketing salesnya mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
“Hal ini menunjukan di tahun 2024 kinerja emiten properti masih bertumbuh dan daya beli masyarakat masih baik,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/3).
DI tahun 2025, kinerja emiten properti yang mengandalkan penjualan rumah atau apartemen kemungkinan akan lebih berat dibandingkan dengan emiten properti dengan aset pendapatan berulang unggulan.
Baca Juga: Mahkota Group (MGRO) Merancang Buyback Saham , Alokasikan Dana Rp 20 Miliar
Hal ini karena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus terjadi dan juga deflasi yang sedang terjadi di Indonesia, sehingga membuat daya beli masyarakat lemah. Masyarakat juga sedang memilih untuk menabung daripada membelanjakan uangnya.
“Emiten properti yang memiliki banyak pusat perbelanjaan, kinerjanya akan lebih tertolong oleh recurring income,” ungkapnya.
Sentimen pemberat kinerja emiten properti di tahun 2025 adalah banyak PHK yang sedang terjadi, suku bunga yang masih tinggi dan belum turun sampai saat ini, daya beli masyarakat yang lemah yang ditunjukan dengan terjadinya deflasi, serta perang tarif yang membuat adanya ketidakpastian ekonomi.
“Sementara, sentimen penggerak kinerja emiten properti hanya berasal dari apabila suku bunga turun di tahun ini,” ungkapnya.
Alhasil, Andhika pun masih merekomendasikan wait and see untuk saham-saham properti sampai ada perbaikan ekonomi.
Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila melihat, kinerja bisnis untuk sektor properti masih dibayangi oleh daya beli masyarakat Indonesia yang masih lemah.
Di sisi lain, sentimen penggerak emiten properti salah satunya adalah potensi penuruna suku bunga acuan BI, sehingga meningkatkan minat KPR.
“Selain itu juga perlu diperhatikan insentif-insentif yang dikeluarkan pemerintah untuk mendukung sektor properti,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/3).
Di tahun 2025, daya beli yang masih lemah menjadi sentimen negatif untuk sektor properti karena dengan minat yang kurang akan menekan dari sisi laba dan margin juga. Aset hunian juga masih menjadi aset yang menopang kinerja emiten di tahun 2025.
Sementara, program 3 juta rumah berpotensi untuk meningkatkan kinerja keuangan emiten sektor properti. Namun, perlu dipantau juga kondisi makroekonomi dan efektivitas implementasi dari program ini.
Indy pun merekomendasikan buy on weakness untuk BSDE dengan target harga Rp 1.035 per saham. Rekomendasi trading buy diberikan untuk CTRA dan SMRA dengan target harga masing-masing Rp 880 per saham dan Rp 436 per saham.
“Tetap lihat secara profitabilitas emiten dan juga efisiensi operasionalnya,” katanya.
Selanjutnya: Askrindo Gelar Safari Ramadan di 7 Kota, Gelontorkan Rp 162 Juta untuk Anak Yatim
Menarik Dibaca: Cerah dan Berawan, Simak Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (21/3)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News