Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Daya tarik mata uang poundsterling diyakini masih akan berlanjut pada perdagangan pekan depan. Mengingat pekan lalu, pasangan GBP sukses menguat terhadap kurs USD sebanyak 0,50% ke level 1.2149, mengutip Bloomberg Jumat (16/8).
Analis Finex Berjangka Nanang Wahyudi mengatakan, penguatan pasangan GBP/USD dikarenakan sikap pelaku pasar yang terpikat sentimen poundsterling, dengan mengesampingkan pesimisme terhadap proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa (UE) atau Brexit yang bakal diputuskan 31 Oktober 2019.
"Penguatan terjadi sejak kemarin dan diperkirakan akan berlanjut hingga kali ini," jelas Nanang kepada Kontan Jumat (16/8).
Sebagaimana diketahui, pekan lalu Negeri Ratu Elisabeth merilis data penjualan ritel dengan hasil di atas ekspektasi sekaligus membangkitkan sentimen. Penjualan ritel Inggris Juli 2019 tercatat naik 0,2% dari perkiraan sebelumnya yang memprediksi penurunan 0,3% dari sebelumnya naik 0,9%.
Baca Juga: Yen Jepang tertekan, dollar AS diprediksi masih berlanjut menguat
Dengan begitu, penjualan ritel tahunan untuk Juli 2019 juga tercatat naik 3,3% dari perkiraan 2,6%, dimana sebelumnya 3,8%.
Namun, Nanang mengungkapkan penguatan pasangan GBP/USD bersifat sementara, karena faktor Brexit masih menghantui pergerakan poundsterling. Di samping itu, kondisi sentimen global baik perang dagang antara AS dan China, serta apresiasi yuan masih akan mempengaruhi gerak pasangan kurs tersebut.
Sebagai informasi, awal perdagangan pekan lalu poundsterling sempat menyentuh level terendahnya sejak Januari 2017. Flash Crash pernah dialami poundsterling pada 7 Oktober 2016, yang sempat anjlok ke 1.1450.
Baca Juga: Trump hapus daftar produk peralatan bayi asal China dari pengenaan tarif 10%
Untungnya dalam waktu cepat, pasangan GBP/USD bisa kembali ke 1.2432. Nanang mengungkapkan, jika tidak melihat titik terendah flash crash, maka level terlemah poundsterling adalah 1.2054 di Januari 2017. Posisi yang kini digapainya kembali.
"Kini, penguatan poundsterling terbantu tekanan yang dialami dollar AS akibat inversi yield obligasi (treasury) bertenor 2 tahun dengan 10 tahun," jelasnya.
Asal tahu saja, inversi menunjukkan bahwa risiko dalam jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang. Oleh karena itu, inversi kerap dikaitkan dengan pertanda atau sinyal lahirnya resesi di AS.
Dengan beragam faktor tersebut, bisa dikatakan kejatuhan di level terendah 34 tahun memicu bargain hunting. Dengan tidak menutup kemungkinan pekan depan poundsterling akan bergerak di kisaran 1.2100 hingga 1.2300.
Baca Juga: Kurs rupiah berpeluang menguat terbatas seiring meredanya sentimen negatif
Dari sisi teknikal pergerakan harga pasangan GBP/USD berada di di area 1.21176 sekaligus menunjukkan moving average MA13. Jika posisi tersebut berhasil dipertahankan dan di tutup di atas moving tersebut, maka akan memudahkan poundsterling untuk ke area 1.2207.
Sementara itu, kondisi stochastic tengah beranjak naik menunjukkan sinyal bullish. Sedangkan untuk MACD menjauh dari zona negatif terdalamnya, dan indikator RSI tengah naik dan berada di 37,76.
Untuk perdagangan Senin (19/8) Nanang merekomendasikan buy on weakness dengan level resistance 1.2329, 1.2268, dan 1.2207. Adapun untuk level support diperkirakan berada di kisaran 1.2085, 1.2023, dan 1.1978.
Baca Juga: Ekonomi memburuk, Menteri Keuangan Argentina memilih mundur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News