kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Strategi bottom up maksimalkan return reksadana


Kamis, 07 Mei 2015 / 07:13 WIB
Strategi bottom up maksimalkan return reksadana
ILUSTRASI. Gambar ucapan HUT PGRI ke 78 tahun.


Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Demi mencetak imbal hasil (return) gemuk, manajer investasi punya strategi khusus dalam mengelola portofolio reksadana saham bervariasi. Salah satunya dengan teknik bottom up. Teknik ini sering digunakan oleh manajer investasi (MI) yang langsung mencari saham emiten dengan kriteria tertentu.

PT First State Investment (FSI) Indonesia punya produk reksadana saham yang menggunakan teknik portofolio bottom up. Produk ini bernama First State IndoEquity Sectoral Fund yang diluncurkan pada 18 Januari 2005. Pemilihan menggunakan bottom up digunakan supaya aset dasar saham produk ini langsung sesuai dengan kriteria yang dibuat oleh tim riset FSI.

Distribution Channel Manager FSI, Tandy Cahyadi mengatakan ada tiga kriteria pemilihan emiten untuk aset dasar produk ini. Pertama pendapatan usaha emiten yang cukup baik, kedua pengelolaan perusahaan yang professional serta terakhir dari segi valuasi harga saham yang cukup menarik. “Yang juga penting kapalitasasinya tidak terlalu rendah agar likuiditasnya bagus. Nanti percuma jika kinerja sudah bagus, tapi kami kesulitan menjual aset dasarnya. Kita mau yang likuid dan punya potensi bagus,” papar Tandy.

Ia menambahkan dengan kondisi pasar saham pasca koreksi hebat sepekan kemarin, saham-saham kapitalisasi tinggi menjadi fokus aset dasar mayoritas produk First State IndoEquity Sectoral Fund. Sementara dari segi sektor, produk ini banyak mengoleksi sektor saham keuangan.

Menurut Tandy, porsi yang besar pada sektor ini lebih disebabkan oleh banyaknya emiten perbankan yang likuiditasnya semakin longgar serta tingkat kredit macet yang relatif rendah. “Dari segi pendekatan bottom up tadi, kriteria emiten perbankan semua aspeknya baik. Tapi terus kita monitor,” tambah Tandy.

Ia memperkirakan porsi mayoritas di sektor keuangan tadi masih akan bertahan dalam jangka panjang. Pasalnya pemilihan emiten menggunakan pendekatan fundamental jangka panjang tadi cocok bagi kondisi emiten di sektor keuangan saat ini. Produk ini juga tengah agresif mengoleksi efek saham. Porsi pada efek jenis ini mencapai 97,7% per akhir Maret 2015.

Menurut Tandy saat ini posisinya masih tidak jauh dari angka tersebut. Alasannya potensi perekonomian Indonesia saat ini masih relatif bagus dalam jangka panjang. “Berbagai rencana oleh Pak Jokowi punya potensi untuk mendorong perbaikan ekonomi Indonesia ke depan. Kita harus ada di momentum ini dengan tetap agresif di saham,” tambah Tandy.

Per 5 Mei 2015, Nilai Aktiva Bersih per Unit Penyertaan produk ini sebesar Rp 5.417,11. Berarti produk ini telah memberi imbal hasil 441,71%. Tandy berharap produk ini bisa mencapai return tahunan sekitar 12% hingga 15% pada akhir tahun 2015 nanti.

Dana kelolaan produk ini mencapai Rp 1,3 triliun per akhir Maret 2015. Tandy tidak menargetkan secara spesifik berapa target dana kelolaan untuk akhir tahun ini. “Kami harapkan bisa terus bertambah dengan bantuan para agen penjual,” paparnya.

Produk ini mengutip biaya pembelian, penjualan dan pengalihan unit penyertaan sebesar masing-masing maksimum sebesar 2%. Adapun biaya manajemen sebesar maksimum 3% per tahun dan biaya bank kustodian senilai maksimum 0,25% per tahun.

Analis Infovesta Utama, Edbert Suryajaya mengatakan strategi bottom up merupakan strategi yang mengesampingkan kondisi pasar lantaran lebih fokus pada fundamental emiten. Pada kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) konsolidasi saat ini, strategi bottom up cocok untuk mencari emiten dengan fundamental baik dengan harga yang murah.

“Strategi ini sangat baik jika nanti IHSG kembali rebound. Saat rebound yang harganya naik duluan adalah saham-saham berfundamental bagus. Namun risikonya jika pelemahan IHSG berkepanjangan, maka saham-saham yang dikoleksi lewat bottom up bisa terus koreksi lebih dalam,” papar Edbert. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×