Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. ST014, seri Surat Berharga Negara (SBN) ritel yang baru ditutup penawarannya per Rabu (16/4) hari ini, berhasil melampaui target awal penjualan. Capaian ini menunjukkan bahwa surat utang pemerintah masih dipandang lebih menarik oleh investor.
Saat pertama kali ditawarkan, ST014 dibuka pada kuota Rp 15 triliun. Seiring meningkatnya permintaan, kuotanya ditambahkan menjadi Rp 22,5 triliun. Dari total kuota baru tersebut, diketahui penjualan hanya tersisa Rp 104 miliar sampai waktu penawaran berakhir.
Baca Juga: ST014 Tersisa Rp 104 Miliar Setelah Penawaran Ditutup, Ini Penyebabnya
Dengan capaian tersebut, Fixed Income Analyst Pefindo Ahmad Nasrudin menilai investor memang masih cenderung memilih surat utang pemerintah ketimbang instrumen yang lebih berisiko seperti surat utang korporasi dan saham. Apalagi, di tengah ketidakpastian ekonomi yang tinggi.
“Perang dagang berdampak besar terhadap prospek bisnis perusahaan penerbit dan memengaruhi profil risiko pasar surat utang korporasi. Kenaikan yield baru-baru ini berdampak pada biaya dana untuk meraih pendanaan di pasar surat utang,” papar Ahmad kepada Kontan.co.id, Rabu (16/4).
Di samping itu, Ahmad juga menyoroti sejumlah sentimen lainnya seperti depresiasi nilai tukar rupiah, tensi perang dagang yang terus meningkat hingga risiko pertumbuhan ekonomi yang lemah di tengah era suku bunga tinggi.
“Faktor-faktor tersebut menjadi faktor negatif bagi pasar surat utang korporasi di tahun ini, terutama bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki eksposur ekspor yang besar,” tambah Ahmad.
Baca Juga: Gejolak Pasar Saham Mereda, Tekanan Hebat Ganti Memukul Pasar Surat Utang RI
Penerbitan surat utang negara terus bertambah
Ahmad menyebut, penerbitan surat utang korporasi telah mancapai Rp 46,75 triliun pada kuartal I 2025. Angka tersebut melonjak 77,4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp 26,35 triliun. Dus, per Maret 2025, Pefindo pun menerima mandat untuk rencana penerbitan senilai Rp 74,46 triliun.
Di sisi lain, pemerintah telah menerbitkan surat utang hingga Rp 282,6 triliun sepanjang kuartal I 2025, lebih besar dari target Rp 190 triliun untuk periode tersebut.
Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana menilai pemerintah memang sedang menerapkan strategi front loading, yaitu memanfaatkan momentum awal tahun untuk mengisi kas negara lebih cepat.
“Ini penting karena belanja pemerintah tahun ini cukup besar, terutama untuk program-program prioritas seperti makan bergizi gratis dan lainnya,” papar Fikri kepada Kontan.co.id, Rabu (16/4).
Fikri juga menyoroti risiko shortfall dari penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. Menurutnya, itu mendorong pemerintah untuk mencari kompensasi dari sumber penerimaan lain. Nah, salah satunya lewat penerbitan surat utang.
Baca Juga: Kuartal I Tumbuh 77,4%, Pefindo Optimis Prospek Surat Utang Korporasi Tetap Solid
Namun, Fikri juga menyebut kekhawatiran investor terhadap kondisi pasar keuangan domestik juga perlu diperhatikan.
“Terlebih dalam dua bulan terakhir, Februari dan Maret, sudah terjadi defisit fiskal,” sebut Fikri.
Pemerintah telah mengalami defisit anggaran sebesar Rp 104,2 triliun atau 0,43% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per Maret 2025. Kondisi tersebut kontras dengan periode anggaran 2022, 2023, dan 2024 sebelumnya, di mana pada tiga bulan pertama, anggaran masih surplus.
"Karena defisit, maka pemerintah membutuhkan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut. Surat utang adalah instrumen utama untuk pembiayaan tersebut. Karena itu, hal ini tidak mengherankan jika pemerintah giat menerbitkan surat utang di awal tahun ini," kata Ahmad.
Selanjutnya: Perkuat Logistik, Metrodata (MTDL) Resmikan Gudang Baru Seluas 18.000 m²
Menarik Dibaca: 5 Biji Buah yang Bisa Meningkatkan Kesehatan Tubuh, Salah Satunya Biji Pepaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News