Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex baru merilis laporan keuangan periode sembilan bulan 2023. Hasilnya, emiten tekstil bersandi SRIL di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini berhasil memangkas kerugian meski kinerja penjualan mengalami penurunan.
Sampai dengan September 2023, SRIL menjaring penjualan neto senilai US$ 248,50 juta. Merosot sebanyak 47,6% dibandingkan penjualan SRIL per September 2022, yang kala itu menyentuh angka US$ 474,17 juta.
Melansir laporan keuangan yang rilis Selasa (21/11), penjualan SRIL didapat dari empat lini produk, yakni benang, kain jadi, pakaian jadi dan kain mentah. Empat produk tersebut dibagi ke dalam penjualan ekspor dan impor. Penjualan ekspor SRIL tercatat senilai US$ 116,88 juta dalam periode sembilan bulan 2023.
Sedangkan penjualan lokal SRIL mencapai US$ 131,62 juta. Penjualan ekspor dan lokal SRIL masing-masing mengalami penurunan 61,87% dan 21,44% dibandingkan periode sembilan bulan 2022.
Baca Juga: Sritex (SRIL) Dibayangi Potensi Delisting Usai 30 Bulan Masa Suspensi Saham
Secara bersamaan, SRIL memangkas beban pokok penjualan sebanyak 50,69% secara tahunan (Year on Year/YoY) menjadi US$ 315,08 juta. Hasil ini membuat rugi bruto SRIL turut menyusut sebanyak 59,60% (YoY) dari US$ 164,80 juta menjadi US$ 66,57 juta per September 2023.
SRIL juga menekan beban penjualan, beban umum dan administrasi, serta rugi selisih kurs. Meski terjadi penurunan cukup signifikan dari pos pendapatan operasi lainnya, tapi SRIL berhasil memangkas rugi dari operasi.
Sampai dengan September 2023, SRIL menanggung rugi dari operasi senilai US$ 105,14 juta. Menurun sebanyak 27,39% dibandingkan US$ 144,80 juta sebagai rugi dari operasi SRIL per September 2022.
Secara bottom line, SRIL membukukan rugi bersih sejumlah US$ 115,20 juta hingga 30 September 2023. Menyusut 22,03% ketimbang rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk SRIL per September 2022 senilai US$ 147,76 juta.
Baca Juga: Kinerja Sri Rejeki Isman (SRIL) Turun pada Semester I, Ini Penjelasan Manajemen
Sebagai gambaran saja, rugi bersih SRIL sejumlah US$ 115,20 juta sampai kuartal III-2023 itu setara dengan Rp 1,77 triliun. Nilai ini diambil dengan asumsi kurs rupiah saat ini di level Rp 15.440 per dolar AS.
Sampai dengan 30 September 2023, jumlah aset SRIL tercatat sebanyak US$ 653,51 juta. Terdiri dari aset lancar US$ 186,06 juta dan aset tidak lancar US$ 467,44 juta. Jumlah aset SRIL tersebut turun dibandingkan posisi per 31 Desember 2022 yang kala itu sebesar US$ 764,55 juta.
Sedangkan jumlah lialibitas SRIL mencapai US$ 1,54 miliar, terdiri dari liabilitas jangka pendek US$ 106,41 juta dan liabilitas jangka panjang sebesar US$ 1,44 miliar. SRIL mengalami defisit modal sebanyak US$ 895,53 juta per 30 September 2023, atau naik dibandingkan defisit US$ 781,01 juta per 31 Desember 2022.
Potensi Delisting
SRIL pun masih belum bisa lepas dari bayang-bayang delisting. BEI kembali mengingatkan potensi untuk menghapus pencatatan saham SRIL, sehubungan dengan masa suspensi yang telah mencapai 30 bulan per tanggal 18 November 2023.
Direktur Keuangan & Sekretaris Perusahaan Sritex Welly Salam menegaskan komitmen SRIL untuk tetap mencatatkan sahamnya di BEI. Kata dia, SRIL masih berupaya memperbaiki kinerja sembari menyelesaikan berbagai hal terkait Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan persoalan lainnya agar suspensi saham bisa dicabut.
Terkait pembayaran PKPU, Welly mengklaim sampai saat ini berjalan dengan baik. Hanya saja, masih perlu waktu untuk menuntaskan berbagai proses tersebut. Welly menjelaskan, masih ada penyelesaian restrukturisasi anak usaha di Singapura masih menunggu persidangan pada minggu kedua Desember 2023.
Baca Juga: Kinerja Sri Rejeki Isman (SRIL) Masih Mengalami Efek Tekanan Global
Selain itu, pengakuan PKPU di Amerika Serikat (AS) akan mulai berproses pada tahun 2024. "Manajemen SRIL telah menyampaikan informasi kepada pihak BEI bahwa membutuhkan waktu sampai akhir tahun 2024 terkait penyelesaian masalah hukum di Singapura dan AS terkait restrukturisasi anak perusahaan serta pengakuan PKPU," kata Welly kepada Kontan.co.id, Selasa (21/11).
Dari sisi kinerja bisnis, Welly mengungkapkan pada tahun 2023 ini industri tekstil secara umum menghadapi sejumlah tantangan, terutama di pasar ekspor. Kondisi ini sebagai dampak dari situasi geopolitik yang menyebabkan penurunan permintaan dari pasar luar negeri.
Sedangkan di pasar domestik, masih harus berhadapan dengan gempuran dari produk-produk impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) ilegal. Di samping itu, hambatan lainnya datang dari biaya produksi terbilang tinggi.
"Karena ketergantungan yang tinggi atas impor kapas dan juga biaya energi yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara produsen TPT di Vietnam dan Bangladesh. Terlebih dengan penurunan utilisasi menyebabkan biaya semakin tinggi," terang Welly.
Adapun, hingga kuartal III-2023 divisi pemintalan (spinning) masih menjadi penopang utama dengan kontribusi US$ 154,46 juta atau 62,15% dari total penjualan SRIL.
Baca Juga: Menghindari Jeratan Delisting, Begini Berbagai Langkah SRIL
Kemudian dari divisi kain jadi (finishing) US$ 60,44 juta [24.32%], divisi konvensi (garment) US$ 21,27 juta [8,56%] dan divisi pertenunan (weaving) sebesar US$ 12,34 juta atau 4,97% dari total penjualan.
Welly menyampaikan, SRIL terus melakukan berbagai upaya perbaikan dan efisiensi untuk menyesuaikan dengan kondisi makro dan mikro yang sedang berlangsung.
"Kami berharap dengan adanya upaya perbaikan ini, Perseroan dapat secara bertahap memperbaiki kondisi keuangan dan pada akhirnya dapat kembali mencatat keuntungan," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News