Reporter: Aris Nurjani | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's (S&P) merubah Outlook Indonesia dari yang sebelumnya negatif menjadi stabil dan mempertahankan peringkat pada BBB (Investment Grade) pada 27 April 2022. Hal ini berdasarkan pada prospek ekonomi Indonesia yang semakin membaik.
Sebelumnya S&P mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB/outlook negatif pada 22 April 2021.
Perubahan outlook ini berdasarkan pada prospek yang stabil dan mencerminkan keyakinan S&P bahwa pemulihan ekonomi Indonesia akan terus berlanjut selama dua tahun ke depan.
Baca Juga: S&P Global Ratings Merevisi Outlook RI Menjadi Stabil, Ini Respons Kemenkeu
Menurut Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf menuturkan, perubahan outlook dari negatif ke stabil tentunya dapat memberikan efek positif terutama pada investor foreign yang belakangan cenderung keluar dari pasar obligasi Indonesia.
Perubahan outlook dari negatif ke stabil bukan berimbas pada penurunan yield yang tajam seiring santernya isu inflasi tinggi dan normalisasi rate.
"Namun, kemungkinan yang akan terjadi pada yield lebih ke arah penipisan spread antara Indonesia dan US serta negara-negara lain secara umum," ujar Dimas kepada Kontan.co.id, Jum'at (29/4).
Sementara Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, secara umum positif dalam jangka panjang karena pertumbuhan ekonomi Indonesia diakui secara internasional.
Namun di sisi lain, Wawan menjelaskan dalam jangka pendek akan ada tren kenaikan inflasi dan suku bunga yang membuat harga obligasi sulit untuk naik, apalagi bila ada pengumuman kenaikan suku bunga the fed.
Dimas mengatakan target yield spread Indonesia dan US tenor 10 tahun masih akan berada di kisaran 400 bps, level ini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya yang berada di atas kisaran 500 bps.
Bahkan ada kemungkinan setelah pertemuan FOMC bulan Mei market justru akan melakukan buy on news oleh market ketika The Fed telah menyampaikan poin-poin yang dapat dianggap inflasi sudah berada di level tertinggi.
Dimas menyampaikan perbaikan fundamental Indonesia baik dari sisi moneter maupun fiskal diyakini dapat terus membuat pasar obligasi Indonesia cenderung outperform dibandingkan yang lainnya.
Di mana tekanan inflasi global dan alur normalisasi rate kemungkinan akan terus menambah tekanan jual.
Baca Juga: S&P Naikkan Outlook Indonesia Jadi Stabil, Kepercayaan Investor Akan Meningkat
Wawan mengatakan di tahun ini asing melepas dan berubah ke saham, karena tekanan kenaikan suku bunga, dan recovery ekonomi dirasa lebih menguntungkan berada di saham ketimbang obligasi.
"Bila suku bunga sudah stabil, atau yield obligasi sun diatas 5% baru kemungkinan menarik," ujar Wawan.
Sementara menurut Dimas Yield Indonesia di level sekarang sebenarnya sangat menarik, namun memang kecenderungan pasar obligasi global masih bearish.
Adapun setelah market yakin bahwa inflasi sudah berada di level puncak, serta besaran dan seberapa cepat normalisasi rate akan dilakukan otoritas-otoritas moneter Domestik dan Global, pasar obligasi Indonesia masih memiliki prospek yang sangat positif dengan tingginya real yield dibandingkan banyak Negara lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News