kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Soal PLTU Batang, Adaro tunggu sikap pemerintah


Rabu, 13 Agustus 2014 / 16:45 WIB
Soal PLTU Batang, Adaro tunggu sikap pemerintah
ILUSTRASI. Penjualan bersih KEJU terpantau stabil di angka Rp 1,04 triliun sepanjang tahun lalu. KONTAN/Baihaki/11/6/2021


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Batang, Jawa Tengah masih terkendala soal pembebasan lahan. Akibatnya, pembangunan PLTU yang sudah direncanakan sejak tahun 2012 lalu beberapa kali tertunda.

"Kalau dari kami, sih, sudah siap, tinggal menunggu ketegasan dari pemerintah saja," jelas Sandiaga S. Uno, Presiden Direktur PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) yang juga mengisi salah satu posisi direksi di PT Adaro Energy Tbk (ADRO).

Masalah pembebasan lahan menjadi hambatan utama konsorsium dalam menggarap proyek senilai US$ 4 miliar tersebut. Konsorsium yang terdiri dari ADRO, J-Power dan Itcochu Corp itu awalnya ingin mulai membangun PLTU Batang pada Oktober 2012.

Namun, target itu mesti ditunda hingga Oktober 2013 lantaran konsorsium kesulitan menyelesaikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PLTU Batang. Setahun berselang, konsorsium kembali menunda pembangunan hingga Oktober 2014 lantaran pembebasan lahan belum bisa dilakukan seluruhnya.

Sebenarnya, hanya tinggal sebagian kecil lahan yang dibebaskan untuk memulai pembangunan tersebut. PLTU Batang membutuhkan lahan seluas 220 ha, dan tinggal 15 ha-18 ha yang masih belum bisa dikosongkan.

Sebab, masih ada sejumlah warga yang menolak pembebasan lahan tersebut. Kabarnya, ada 32 kepala keluarga yang meminta ganti rugi Rp 300.000 per meter atas pembebasan lahan tersebut. Namun, pemerintah bersama rekanan swasta hanya bersedia mengganti rugi Rp 100.000 per meter.

Kendala pembebasan lahan juga berujung pada pendanaan proyek ini. Konsorsium proyek PLTU Batang telah memperoleh kesepakatan pinjaman dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC).  Tetapi, berhubung nasib akuisisi lahan belum jelas, maka, konsorsium ini belum bisa mencairkan pinjaman.

Molornya proyek ini juga juga bisa membuat investasi PLTU batang membengkak. Sebab, ada sejumlah dana yang harus dikeluarkan untuk menjalankan proses awal pembangunan PLTU tersebut.

Namun, Sandiaga belum bisa merinci berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk menuntaskan eksekusi PLTU tersebut. "Rinciannya berapa bisa dicek langsung ke Adaro," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×