Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Penjualan semen yang menciut tidak menyusutkan minat PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) untuk berekspansi. SMGR akan membangun pembangkit listrik (power plant). SMGR akan membangun pembangkit listrik 100 mega watt (MW). Nantinya, pembangkit listrik tersebut akan dibangun di Padang.
"Dengan adanya pabrik baru Indarung VI, Padang maka, kebutuhan listrik dipastikan meningkat," jelas Dwi Soetjipto, Direktur Utama SMGR beberapa waktu lalu. Dia menambahkan, dalam pembangunan pabrik tersebut, SMGR membutuhkan dana US$ 150 juta. Jika menggunakan patokan dollar AS kemarin, di Rp 12.103 per dollar AS. Maka kebutuhan dana untuk membangun pembangkit listrik tersebut Rp 1,82 triliun.
"Kami berinvestasi power plant. Semoga tahun depan bisa kami anggarkan," ucap Dwi. Saat ini, penggunaan listrik untuk pabrik SMGR di Padang 150 MW. Nah karena ada tambahan pabrik baru, kebutuhannya akan menjadi 200 MW.
Sisa kapasitas listrik SMGR nantinya bisa digunakan oleh masyarakat. Menurut Dwi, pembangkit listrik ini nantinya menggunakan tenaga batubara yang memiliki sulfur tinggi dan tidak bisa digunakan sebelumnya.
Sebelumnya, SMGR membangun pabrik Indarung VI dengan nilai investasi Rp 3,84 triliun. Pabrik tersebut akan rampung pada kuartal IV-2015. Pada pabrik yang berkapasitas 3 juta ton per tahun ini, SMGR mengeluarkan investasi Rp 3,84 triliun.
Selain itu, SMGR juga akan membangun pabrik Rembang, Jawa Tengah, yang memiliki kapasitas 3 juta ton per tahun. Dwi bilang, perusahaan ini akan memulai ground breaking setelah Pemilihan Umum Presiden (Pilpres). Sehingga emiten pelat merah ini menargetkan kapasitas produksi semen 40 juta ton di 2017.
Beli semen Vietnam
Dari Vietnam, Semen Indonesia juga melakukan manuver baru. SMGR baru mengadakan perjanjian offtake di Vietnam yakni Thang Long Cement Joint Stock Company (TLCC). Perjanjian tersebut dilakukan pada 10 Juni. "Perjanjian tersebut merupakan jual beli clinker atau semen antara SMGR dan TLCC," ujar Dwi.
Dwi bilang, salah satu tujuan dari aksi tersebut adalah memenuhi kewajiban senior kreditur. Ahyanizzaman, Direktur Keuangan SMGR menambahkan, TLCC memiliki kebutuhan membayar pokok dan bunga per triwulan US$ 7 juta. Ini setara dengan ekspor semen 140.000 ton dengan asumsi harga jual US$ 50 per ton. "Jangka waktunya enam tahun sejak penandatangan," ujar Dwi.
Meski begitu, Dwi masih enggan menyebut harga pembelian semen dari TLCC. Menurut dia, penentuan harga semen akan dilakukan pada saat transaksi dilakukan.
Sejatinya produksi dan penjualan semen milik Semen Indonesia terbilang stagnan. Sampai Mei 2014, produksi semen SMGR meningkat 3,8% dari 10,1 juta ton tahun lalu menjadi 10,48 juta ton tahun ini. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari konsumsi industri semen yang hanya 3,4%.
Analis Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe mengatakan, langkah ini merupakan ancang-ancang SMGR menghadapi kenaikan konsumsi semen. Meskipun konsumsi semen saat ini tengah melambat. Dia menilai, industri infrastruktur akan terus bertumbuh dua-tiga tahun. Ini tentu membuat konsumsi semen naik.
Karena itu Kiswoyo yakin, pendapatan dan laba SMGR akan naik 5% di tahun ini. Kiswoyo pun menyarankan beli SMGR dengan target harga Rp 22.000. Harga saham SMGR turun 0,83% ke Rp 14.975 per saham, pada Jumat (27/06).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News