Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Dupla Kartini
Kebutuhan galangan untuk produksi maupun bengkel kapal di Indonesia sangat besar. "Targetnya, akhir Desember tahun ini kami sudah tentukan nama perusahaan galangan itu," ujar Bani.
Kongsi dengan Tsuneishi Shipbuilding, Bani menjelaskan, karena perusahaan itu jauh lebih tua, memiliki teknologi yang lebih maju, dan pengalaman yang lebih banyak. Jadi, SMDR bisa mendapatkan ilmu dari Jepang.
Tambah lagi, jika perusahaan Jepang membangun pabrik di Indonesia, mereka akan membawa kualitas serupa ke Indonesia. "Tingkat kandungan dalam negerinya juga lebih tinggi kalau Jepang masuk ke Indonesia," kata Bani.
Hanya, sepanjang enam bulan pertama tahun ini, penjualan SMDR merosot 9,73% jadi US$ 208,9 juta dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 231,3 juta. Meski begitu, laba bersih SMDR terangkat menjadi
US$ 15,2 juta dari US$ 4,7 juta di semester I 2015. Laba bersih mereka melonjak lantaran beban jasa turun 11,24% menjadi US$ 173,21 juta.
Dari total laba bersih, lini bisnis terminal berkontribusi 33%, logistik menyumbang 29%, shipping atau pelayaran berkontribusi 22%, dan keagenan sebesar 16%. Bani optimistis, tahun ini pendapatan dan laba bersih SMDR bisa lebih baik dari tahun lalu.
Menurut Bani, tantangan yang dihadapi perusahaan jasa pelayaran dan logistik seperti SMDR masih terfokus di pelabuhan. Perjalanan kapal selalu tersendat di pelabuhan. "Kalau mau meningkatkan kapasitas kapal, ya, kita harus membenahi pelabuhannya dulu," jelas Bani.
Bani bilang, kebutuhan pelabuhan di Indonesia lebih banyak dari pemainnya. Dus, SMDR menyiapkan satu anak usaha yang lebih fokus pada pelabuhan yaitu PT Samudera Terminal Indonesia.
Rencananya, anak usaha ini menggelar initial public offering (IPO) dalam tiga tahun ke depan. Dengan pelabuhan lebih bagus, Bani menambahkan, jumlah kapal besar yang berlayar di Indonesia akan bertambah. Volume pelayaran pun lebih banyak dan biayanya bisa lebih rendah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News