Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sinyal kebijakan pelonggaran stimulus moneter atau tapering oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) semakin mencuat menjelang akhir tahun.
Mengtuip pemberitaan Bloomberg, Pejabat Federal Reserve (The Fed) menyetujui akan mulai mengurangi stimulus terkait pandemi untuk ekonomi pada pertengahan November atau pertengahan Desember 2021. Hal ini dilakukan di tengah meningkatnya kekhawatiran atas inflasi.
“Peserta rapat pada umumnya menilai bahwa, proses tapering secara bertahap yang berakhir sekitar pertengahan tahun depan kemungkinan akan tepat dilakukan, asalkan pemulihan ekonomi tetap berada di jalurnya,” tulis risalah Federal Open Market Committee (FOMC) yang dirilis Rabu (13/10).
Meski rencana tapering mulai mencuat, analis menilai Bank Indonesia masih akan menahan tingkat suku bunganya pada rapat dewan gubernur (RDG) bulan ini. Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas memperkirakan, kebijakan BI mempertahankan suku bunga di level 3,5% berpeluang tetap berlanjut sampai akhir tahun.
Baca Juga: IHSG diramal menguat, simak pergerakan saham INKP, WIKA, dan SMGR pada Senin (18/10)
Pertimbangannya adalah, tingkat inflasi yang masih rendah (tetapi dalam tren kenaikan), serta guna meningkatkan pertumbuhan kredit usaha. Sehingga, pemulihan ekonomi dapat dicapai sesuai target yang dipasang sebelumnya.
“Ekspektasi pelaku pasar masih akan tetap, dan harapannya tetap dalam kondisi suku bunga rendah untuk mendukung pemulihan ekonomi,” terang Sukarno saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (17/10).
Senada, Analis MNC Sekuritas Rifqi Ramadhan memperkirakan BI akan tetap pada kebijakan moneternya yang longgar. Rifqi menilai, BI memang tidak punya ruang lagi untuk melakukan pemangkasan suku bunga. “Kami memandang hal yang akan dilakukan BI adalah menahan suku bunga di level 3,5% hingga akhir tahun,” terang Rifqi.
Pelaku pasar sebenarnya sudah mem-priced in era suku bunga rendah hingga akhir tahun 2021. Rifqi menilai, suku bunga acuan di level 3,5% merupakan level yang optimal untuk bisa mendorong perekonomian menjangkau inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi.
Baca Juga: IHSG diproyeksi masih bisa menguat terbatas pada Senin (18/10)
“Sehingga, untuk IHSG sendiri pergerakannya akan lebih banyak dipengaruhi oleh arus dana masuk (inflows) dan sentimen window dressing di pengujung tahun ini,” sambung Rifqi.
Adapun base case scenario Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir tahun dari MNC Sekuritas di level 6.320, bullish scenario di level 7.221, dan bearish scenario di 5.651. Namun, saat ini MNC Sekuritas lebih berfokus pada level 6.800-7.000 untuk proyeksi IHSG hingga akhir tahun.
Sukarno menilai, IHSG masih akan tetap melanjutkan tren penguatannya. Tetapi, tidak menutup kemungkinan akan terjadi koreksi wajar terlebih dulu dalam waktu dekat. Hal ini mengingat kenaikan IHSG sudah cukup signifikan dan perlu turun dulu agar pergerakannya menjadi lebih menarik.
“Dan pasar bisa jadi sudah mengantisipasi terlebih dulu,” sambung Sukarno.
Untuk bulan ini, strategi pergerakan IHSG jika terjadi koreksi dan tidak kembali break up level 6.680 bisa turun dulu ke level support 6.394 – 6.504. Jika berhasil break up ke level 6.680, indeks bisa lanjut tes ke level 6.693 (jika memecahkan all time high) dan pergerakannya akan berada di rentang 6.700 – 6.750.
Akan tetapi, secara probabilitas kemungkinan pergerakannya bisa terkoreksi, mengantisipasi adanya aksi ambil untung (profit taking).
Selanjutnya: IHSG naik 2,34% dalam sepekan, kapitalisasi pasar di bursa tembus Rp 8.000 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News