Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek pertumbuhan kinerja PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) diperkirakan terbatas. Inside Gunvor dan pengembangan bisnis yang tidak terlalu signifikan menjadi penyebabnya.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan dampak 'Force Majeure' dengan Gunvor berpotensi menekan kinerja tahun 2024. Hal itu berpotensi menurunkan volume penjualan LNG lantaran Gunvor merupakan salah satu pembeli LNG terbesar PGAS.
Menurut Sukarno, insiden 'force majeure' membuat PGAS perlu mencari pembeli baru untuk LNG yang sebelumnya dialokasikan ke Gunvor, yang dapat meningkatkan biaya operasi.
Baca Juga: Pertumbuhan Kinerja Diprediksi Terbatas, Simak Rekomendasi Saham PGAS
"Selanjutnya force majeure dapat meningkatkan ketidakpastian pasar LNG dan berdampak negatif pada harga dan permintaan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (8/3).
Head of Research Yuanta Sekuritas Chandra Pasaribu juga sepakat hal itu dapat menekan kinerja PGAS. Sebab, perseroan diperkirakan akan tetap berusaha untuk menghormati dan memenuhi kontrak tersebut meskipun kemungkinan secara bisnis tidak menguntungkan.
"Oleh karena itu, PGAS telah membuat cadangan sebesar US$ 4,4 juta di September 2023 untuk menutup kerugian tersebut," katanya.
Selain itu, Chandra melihat belanja modal (capital expenditure/capex) PGAS masih relatif terbatas karena tidak adanya pengembangan bisnis yang signifikan. Ia menyebutkan sebagian terkonsentrasi di transmisi dan jaringan gas (jargas) yang secara kontribusi relatif kecil jika dibandingkan dengan bisnis distribusi gas.
Baca Juga: Hadapi Sejumlah Tantangan, Simak Prospek dan Rekomendasi Saham PGAS
Berdasarkan laporan keuangan September 2023, segmen transmisi menyumbang pendapatan sebesar US$ 200,13 juta atau setara 7,43% dari total pendapatan. Adapun PGAS mencatatkan total pendapatan sebesar US$ 2,69 juta.
"Oleh karena itu tidak ada katalis yang signifikan yang dapat mendorong pertumbuhan dari PGAS," katanya.
Chandra juga menuturkan, potensi pertumbuhan kinerja yang terbatas disebabkan perkembangan bisnis dari PGAS banyak ditentukan dari pertumbuhan volume distribusi yang ditargetkan sebesar 4% di tahun 2024.
Sehingga dampaknya akan sangat terbatas terhadap pertumbuhan laba perseroan.
Upstream lifting, sebagai kontributor terbesar kedua, diekspektasikan menurun jumlah produksi 11% (sesuai guidence dari PGN) karena menurunnya kualitas cadangan. "Ini membuat peluang pertumbuhan dari PGAS menjadi terbatas," paparnya.
Baca Juga: Diwarnai Beragam Sentimen, Simak Prospek dan Rekomendasi Saham PGAS
Sukarno melanjutkan, harga LNG global yang tinggi juga dapat menekan keuntungan margin. Lalu, persaingan dari perusahaan gas lain dan sumber alternatif lain yang mempengaruhi pangsa pasar, serta fluktuasi nilai tukar.
Head of Research Mega Capital Sekuritas Cheril Tanuwijaya menambahkan, tekanan kinerja PGAS juga dipengaruhi kas perseroan yang cukup terbatas sehingga menjajakan Blok Fasken. "Fluktuasi harga gas global juga menimbulkan ketidakpastian," sambungnya.
Oleh sebab itu, analis menilai prospek pertumbuhan kinerja PGAS cenderung terbatas. Diperkirakan pertumbuhannya sekitar 4%, sejalan dengan guidance perseroan.
Baca Juga: Medco E&P Grissik Optimistis Penuhi Target Produksi Tahun Ini
Dari saham, Sukarno mencermati, harga PGAS saat ini diperdagangkan di PE 6 kali dan PBV di bawah 1 kali atau di 0,61 kali, sehingga harganya tergolong murah.
Oleh sebab itu, Sukarno merekomendasikan trading buy PGAS dengan target harga minor di Rp 1.200. Sementara Cheril merekomendasikan hold dengan target harga Rp 1.200. Adapun Chandra menyematkan rating netral untuk PGAS dengan target harga Rp 1.220.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News