Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Berbeda Nasib dengan batubara, minyak menjadi salah satu komoditas energi yang berkinerja cukup baik di awal tahun ini.
Melansir Bloomberg, Jumat (12/1), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak perdagangan Februari 2024 ditutup naik 0,9% menjadi US$ 72,68 per barel.
Sejalan, harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2024 ditutup menguat 1,14% ke US$ 78,29 per barel.
Analis menilai, prospek minyak mentah ke depan masih cukup solid. Kepala Riset RHB Sekuritas Indonesia Andrey Wijaya menaksir harga minyak mentah Brent akan berada pada level US$ 85 per barel pada tahun ini, dan akan berada di level US$ 80 per barel untuk 2025 sampai 2026.
Estimasi tersebut telah memperhitungkan sejumlah skenario pulihnya permintaan tahun ini, seperti akselerasi pertumbuhan ekonomi China dan normalisasi suku bunga. Permintaan minyak global diproyeksi akan mencapai 104,4 juta barel per hari pada tahun 2024 dengan defisit rata-rata sebesar 1,5 juta barel per hari.
Baca Juga: Pilih-Pilih Saham Blue Chip Untuk Koleksi di Tahun 2024
Sebagai gambaran, pada akhir November 2023, beberapa negara OPEC+ mengumumkan adanya tambahan pengurangan produksi minyak sukarela sebesar 2,2 juta barel per hari yang akan dilakukan pada kuartal I-2024. Pemangkasan produksi ini akan dilakukan secara bertahap, tergantung pada kondisi pasar.
Senada, Analis MNC Sekuritas Alif Ihsanario menilai, dalam jangka panjang, harga minyak kemungkinan akan meningkat seiring dengan pemulihan perekonomian. Sentimen saat ini, yakni perang antara Israel dan Palestina menghadirkan dua kemungkinan terhadap harga minyak mentah.
Pertama, jika perang meluas hingga ke Lebanon dan Suriah, harga minyak bisa naik hingga sekitar US$ 90 per barel. Kedua, skenario terburuk dari konflik ini adalah adanya perang langsung antara Israel dan Iran. Jika hal ini terjadi, harga minyak bisa naik di atas US$ 140 per barel dan bisa menghambat pertumbuhan ekonomi.
MNC Sekuritas menyematkan rating netral untuk sektor migas. Meskipun adanya sinyal kenaikan signifikan, harga minyak dibayangi sentimen melemahnya pertumbuhan ekonomi global. Hal ini menjadi perhatian OPEC, sehingga mereka melakukan pengurangan produksi guna menjaga harga.
Baca Juga: Industri Keluhkan Penyaluran Harga Gas Khusus, Begini Strategi PGN
Di antara emiten yang terkait dengan minyak RHB Sekuritas menjadikan saham PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) dan PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) sebagai pilihan utama alias top picks.
Untuk AKRA, Andrey menilai AKRA memiliki kontribusi yang stabil dari segmen distribusi bahan bakar minyak (BBM), yang cukup terlindungi dari fluktuasi harga energi secara keseluruhan. Hal ini karena AKRA menggunakan mekanisme pass-through dalam bisnis penyaluran BBM-nya.
Prospek positif AKRA juga datang dari bisnis bahan kimianya, terutama yang digunakan untuk fasilitas pabrik pengolahan atau smelter, serta adanya pendapatan tambahan yang lebih tinggi dari penjualan lahan industri di Gresik.
Sementara di segmen hulu migas, saham MEDC menjadi pilihan. Ada tiga faktor yang mendorong kinerja MEDC menurut RHB Sekuritas. Pertama, adanya upaya untuk menjaga tingkat produksi. Kedua, kebijakan MEDC dalam hal deleveraging utang. Ketiga, inisiatif diversifikasi bisnis.
“Misalnya peningkatan produksi tembaga dan emas dari PT Amman Mineral,” kata Andrey.
Ekspansi dan strategi MEDC yang dilakukan saat ini juga dapat memberi sentimen positif. Diantaranya yakni adanya pembelian energi bersyarat dari Energy Market Authority (EMA) Singapura terhadap 670 megawatt (MW) yang berasal dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Keterlibatan minoritas MEDC dalam aset migas di Oman dan negosiasi ulang kontrak gas dalam negeri juga menjadi katalis positif.
RHB Sekuritas merekomendasikan beli saham AKRA dengan target harga Rp 1.940 dan buy saham MEDC dengan target harga Rp 1.770 per saham. RHB Sekuritas juga memberi rekomendasi buy untuk saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dengan target harga Rp 2.200 per saham.
Sama seperti Andrey, Alif juga lebih condong ke saham AKRA dan MEDC. Prospek AKRA ditopang oleh potensi pertumbuhan volume penjualan BBM dan juga kenaikan pendapatan berulang (recurring income) seiring beroperasinya smelter tembaga pada tahun ini.
Sementara itu, prospek MEDC didukung oleh kinerja operasionalnya. Sebab, akuisisi 2 blok Migas di Oman berpotensi memberikan kontribusi sebesar 13 juta barel per hari terhadap produksi harian grup Medco.
Dus, Alif merekomendasikan beli saham AKRA dan MEDC dengan target harga masing-masing Rp 1.700 dan Rp 2.050 per saham. Sementara itu, Alif merekomendasikan hold saham PGAS dengan target harga Rp 1.200 per saham.
Namun, risiko di sektor ini meliputi lesunya pertumbuhan ekonomi sehingga menghambat volume penjualan minyak bumi, harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) yang turun lebih dalam dari perkiraan, serta meningkatnya gesekan geopolitik yang meningkatkan volatilitas pasar dan gangguan rantai pasok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News