Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Gudang Garam Tbk (GGRM) terus menghadapi tantangan besar di tengah kenaikan cukai rokok dan melemahnya daya beli masyarakat.
Emiten rokok ini masih dibayangi prospek yang suram akibat kurangnya katalis positif.
Pada kuartal kedua 2024, GGRM melaporkan penurunan laba bersih yang signifikan, mencapai 75,1% secara tahunan (YoY) dan 44,7% secara kuartalan (QoQ), hanya sebesar Rp 329 miliar.
Baca Juga: IHSG Naik 0,57% ke 7.670 Jumat (30/8), GGRM, INCO, ESSA Top Gainers LQ45
Laba bersih kumulatif pada semester I-2024 juga turun drastis sebesar 71% YoY menjadi Rp 925 miliar.
Penurunan laba tersebut sejalan dengan penurunan pendapatan GGRM pada kuartal kedua 2024, yang hanya mencapai Rp 23,7 triliun, atau turun 9,1% YoY dan 9,6% QoQ.
Pendapatan kumulatif sepanjang semester I-2024 pun merosot menjadi Rp 50 triliun, turun 10,4% YoY.
Putu Chantika Putri, analis dari Ciptadana Sekuritas Asia menyebutkan bahwa kinerja GGRM yang mengecewakan ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan pendapatan, terutama dari segmen Sigaret Kretek Mesin (SKM).
Pendapatan SKM turun menjadi Rp 20,8 triliun, atau -10,6% YoY. Sementara itu, pendapatan dari segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) tumbuh 8,4% YoY menjadi Rp 2,3 triliun.
"Hasil penjualan menunjukkan bahwa perokok berpenghasilan rendah terus mengurangi konsumsi, terutama karena daya beli masyarakat yang lemah," ujar Putu dalam risetnya pada 5 Agustus 2024.
Putu juga mencatat bahwa margin kotor GGRM tertekan akibat tidak adanya kenaikan harga jual yang signifikan, sementara biaya operasional (opex) meningkat.
Meski GGRM telah menaikkan harga jual rata-rata (Average Selling Price/ASP) untuk beberapa produknya, seperti GG International, Surya Pro, dan GG Merah, kenaikan cukai sebesar 10% tahun ini membuat margin kotor tetap tergerus.
Vita Lestari, analis dari Sinarmas Sekuritas menambahkan bahwa penjualan SKM Gudang Garam mencapai titik terendah dalam beberapa tahun terakhir, dengan penjualan hanya sebesar Rp 21,2 triliun pada kuartal kedua 2024.
Sementara itu, penjualan SKT, yang harganya lebih terjangkau, naik 11,3% YoY menjadi Rp 4,9 triliun pada semester I-2024. Hal ini mencerminkan adanya peralihan konsumen ke produk dengan harga yang lebih rendah.
Baca Juga: Kinerja Gudang Garam (GGRM) Tertekan di Semester I-2024, Ini Penjelasan Manajemen
Meskipun penjualan SKT meningkat, penurunan penjualan SKM tetap menjadi masalah besar bagi GGRM, mengingat SKM menyumbang sekitar 89% dari total pendapatan perusahaan.
Selain itu, tekanan pada margin kotor diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun.
"Kami tidak melihat adanya sentimen positif bagi industri rokok, khususnya SKM, pada semester kedua tahun 2024," jelas Vita dalam risetnya pada 16 Agustus 2024.
Regulasi baru yang melarang penjualan rokok per batang dan membatasi penjualan rokok di sekitar area sekolah dan tempat rekreasi anak-anak juga memberikan tantangan tambahan bagi GGRM.
Langkah ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024, sebagai implementasi dari Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Baca Juga: Laba Emiten Rokok Tak Lagi Mengepul
Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menyebutkan bahwa tantangan bagi GGRM semakin berat dengan adanya kenaikan cukai tiap tahun serta lemahnya konsumsi masyarakat akibat suku bunga yang tinggi.
"Prospek GGRM hingga akhir tahun ini masih terlihat belum mendukung," kata Nafan.
Namun, Nafan menilai bahwa GGRM bisa mempertimbangkan diversifikasi bisnis, seperti masuk ke pasar rokok elektrik yang saat ini tengah berkembang.
Ia juga mencatat bahwa pemangkasan suku bunga di masa depan bisa menjadi katalis positif yang mendorong konsumsi domestik.
Meskipun ada tantangan yang berat, Nafan merekomendasikan Accumulative Buy dengan target harga Rp 18.875 per saham.
Baca Juga: Imbas Kenaikan Cukai, Pendapatan Gudang Garam (GGRM) Merosot di Semester I-2024
Sebaliknya, Vita menurunkan peringkat GGRM dari Netral menjadi Reduce dengan target harga Rp 13.250 per saham.
Sementara itu, Putu merekomendasikan Sell dengan target harga Rp 13.800 per saham, mengingat keputusan GGRM untuk tidak membagikan dividen serta prospek bisnis yang masih penuh tantangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News