Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja emiten emas diprediksi tetap menarik untuk dicermati pada semester II-2025. Ini didukung sejumlah faktor seperti permintaan emas, tensi geopolitik, dan sentimen penurunan suku bunga.
Miftahul Khaer, Analis Kiwoom Sekuritas mengatakan, prospek emiten emas pada semester II – 2025 masih tergolong cukup menarik, terutama dengan pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) serta global potensial dan kondisi geopolitik yang belum stabil. Faktor-faktor ini berpotensi menjaga harga emas tetap berada di level yang cukup tinggi.
“Tentunya akan menguntungkan emiten seperti MDKA, BRMS, dan ANTM,” ujar Miftahul kepada Kontan, Jumat (18/7).
Baca Juga: Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Emas Melonjak di Semester II-2025
Meski begitu, Mifathul menyebut, ada sejumlah tantangan yang perlu dipantau. Seperti volatilitas harga emas itu sendiri, fluktuasi kurs dolar, serta tekanan biaya operasional yang mungkin bisa membengkak. Selain itu, standar ESG (environmental, social, and governance) yang semakin ketat juga bisa menjadi hambatan bagi ekspansi.
Sentimen utama yang yang bisa cukup berpengaruh adalah arah kebijakan suku bunga AS, permintaan fisik dari China dan India, serta perkembangan proyek hilirisasi dan ekspansi emiten lokal.
“Namun, secara keseluruhan, kami masih melihat peluang di sektor ini hingga akhir 2025 nanti, terutama jika harga emas bertahan di atas US$ 2.300/troy ounce,” ucap Miftahul.
Miftahul menilai, emiten seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Bumi Resources Mineral Tbk (BRMS) bisa mendapat katalis dari proyek ekspansi. Sementara PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) tetap solid berkat portofolio komoditas yang terdiversifikasi. Hartadinata Abadi (HRTA) juga salah satu yang masih diuntungkan dengan kenaikan permintaan di segmen emas.
Analis Edvisor Profina Visindo, Indy Naila mengatakan, harga emas global masih naik secara tahun berjalan. Permintaan emas juga masih cukup tinggi seiring dengan investor yang memantau kebijakan tarif Amerika Serikat dan outlook suku bunga acuan.
Dengan harga emas yang masih tinggi diproyeksi bisa meningkatkan ASP (average selling price)/harga rata – rata dan margin.
Namun, tantangan sektor emas ini adalah volatilitas nilai tukar karena outlook suku bunga acuan yang masih belum jelas selagi menunggu sinyal dari data data ekonomi. Selain itu, juga perlu memantau strategi ekspansi untuk melihat secara biaya operasional.
“Sentimen yang diperhatikan adalah kebijakan tarif, tensi geopolitik dan permintaan dari China,” ucap Indy, Jumat (18/7).
Benny Kurniawan, Analis JP Morgan Sekuritas Indonesia dalam risetnya 10 Juli 2025 mengatakan, publikasi laporan keuangan kuartal kedua 2025 akan dimulai sepenuhnya pada akhir Juli. ANTM diproyeksikan merupakan satu – satunya emiten yang akan melampaui consensus dan ekspektasi sisi beli pada kuartal kedua.
Baca Juga: United Tractors (UNTR) Tetap Optimistis Penjualan Emas Capai Target di 2025
JP Morgan memproyeksikan Net Profit After Tax and Minority Interest (NPATMI) kuartal kedua 2025 ANTM mencapai sekitar Rp2,5 triliun, naik 23% secara kuartalan dan 123% secara tahunan. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan laba secara triwulanan antara lain volume emas yang lebih tinggi secara triwulanan dan harga emas yang lebih tinggi secara triwulanan - yang berdampak positif terhadap bisnis emas ANTM.
Sementara, kinerja MDKA di kuartal kedua diproyeksikan akan lebih baik daripada kuartal pertama 2025. Ini didorong oleh kinerja TB Gold yang lebih baik dan spread yang lebih baik dari bisnis bijih nikel. Kenaikan lebih lanjut harga saham MDKA diyakini akan bergantung pada pengembangan proyek TB Copper di Banyuwangi Jawa Timur yang diperkirakan hanya 25% aset tersebut akan sepenuhnya dikembangkan pada tahun 2028-2029.
Hasan Barakwan, analis Maybank Sekuritas Indonesia dalam riset 13 Mei 2025 mengatakan bahwa momentum operasional PT Bumi Resources Minerals (BRMS) berlanjut dengan peningkatan kapasitas pabrik pengolahan kedua di Palu. Sementara harga emas yang menguntungkan semakin meningkatkan margin. Potensi pertumbuhan dan basis aset strategisnya di Indonesia menawarkan prospek yang menarik di tengah kondisi pasar yang menguntungkan, meskipun risikonya meliputi penundaan proyek dan volatilitas harga emas.
Pendapatan BRMS diperkirakan mencapai US$ 213,4 juta dan laba bersih diperkirakan mencapai US$51,5 juta sepanjang tahun 2025.
Miftahul merekomendasikan hold ANTM dengan target harga Rp 4.000 per saham. Indy merekomendasikan beli MDKA dengan target harga Rp 2.700 per saham dan beli ANTM dengan target harga Rp 3.500 per saham.
Sementara itu, Benny merekomendasikan overweight ANTM dengan target harga Rp 3.850 per saham dan merekomendasikan netral MDKA dengan target harga Rp 2.140 per saham. Adapun, Hasan merekomendasikan beli BRMS dengan target harga Rp 480 per saham.
Selanjutnya: Koperasi Merah Putih Segera Diluncurkan, Diharapkan Ciptakan Bisnis Baru
Menarik Dibaca: Samsung Z Fold 6 dengan Layar Dua Mode, Bisa jadi Smartphone Sekaligus Tablet
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News