Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) mendapat kucuran dana dalam bentuk fasilitas pinjaman US$ 100 juta dari Bank OCBC NISP. Pinjaman dengan jangka waktu 10 tahun itu ditujukan untuk memfasilitasi pertumbuhan bisnis industri petrokimia.
Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 7 Juli 2022, Chief Financial Officer TPIA, Andre Khor mengungkapkan bahwa Chandra Asri berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas guna memenuhi pertumbuhan permintaan produk petrokimia di dalam negeri.
Salah satu strategi Chandra Asri adalah mengembangkan kompleks CAP2 berskala global. Pembangunan kompleks ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor dan mengembangkan industri hilir petrokimia lokal.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto memandang fasilitas pinjaman sebesar US$ 100 juta yang diperoleh dari OCBC NISP terbilang wajar dan tidak akan terlalu membebani kinerja TPIA. Analisa Pandhu, rasio utang TPIA saat ini relatif rendah dimana Debt to Equity Ratio (DER) hanya sekitar 0,5x.
Rasio ini membaik karena akhir tahun lalu TPIA melakukan rights issue sehingga posisi saldo kas untuk memenuhi kebutuhan belanja modal (capex) dan pembayaran utang masih mencukupi.
Baca Juga: Barito Pacific (BRPT) Menepis Isu Star Energy Bakal IPO
"Struktur permodalan yang sehat ini menjadi bekal yang penting bagi perusahaan untuk menggenjot ekspansi bisnisnya," kata Pandhu kepada Kontan.co.id, Minggu (10/7).
Namun, terhadap prospek kinerja TPIA dan industri petrokimia, Pandhu memberikan catatan. Dengan bahan baku utama berupa minyak bumi, perusahaan petrokimia seperti TPIA cenderung memiliki kinerja yang cukup volatile, dan akan sangat terpengaruh oleh perubahan harga minyak.
Secara pergerakan harga pun TPIA sudah cukup sensitif, terutama sejak tahun 2016. Ketika harga minyak menguat, maka harga saham TPIA akan cenderung turun, seperti yang terjadi pada dua bulan terakhir.
Merujuk RTI Business, dalam tiga bulan terakhir saham TPIA memerah 8,16%. Sedangkan dalam periode satu bulan, melemah 12,31%. Pada perdagangan Jum'at (8/7), saham TPIA menguat 0,29% ke harga Rp 8.725.
"Hingga saat ini outlook jangka pendek masih cenderung negatif untuk industri petrokimia, termasuk TPIA. Karena harga minyak dunia masih tinggi meskipun beberapa pekan terakhir sudah mulai bergerak turun," ujar Pandhu.
Kondisi ini sebenarnya sudah tercermin dari kinerja TPIA hingga periode kuartal pertama. TPIA membukukan pendapatan bersih senilai US$ 677,7 juta, naik 13,3% dari raihan di Q1-2021 yang sebesar US$ 598,4 juta.
Meski pendapatan naik, beban pokok pendapatan TPIA juga meningkat 45% secara tahunan (yoy) menjadi US$ 652,7 juta dari sebelumnya US$ 450,8 juta. Kenaikan beban ini sebagian besar disebabkan oleh rata-rata harga bahan baku yang lebih tinggi.
Sebagai hasilnya, selama kuartal pertama 2022, TPIA mencatat rugi bersih periode berjalan senilai US$ 11,11 juta. Posisi ini berbanding terbalik dari kinerja TPIA di kuartal pertama 2021 yang membukukan laba bersih hingga US$ 84,38 juta.
Meski begitu, Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya melihat kinerja yang diraih TPIA pada kuartal pertama lebih karena terimbas sentimen global. Kenaikan harga minyak serta sejumlah kejadian di dunia termasuk lockdown di China membuat kondisi menjadi tidak kondusif.
Untuk ke depannya, Cheryl optimistis kinerja TPIA bisa membaik. Sebab, sentimen global tersebut dalam jangka menengah hingga panjang cenderung akan memudar. Dengan begitu, Cheryl pun memberikan rekomendasi hold saham TPIA dengan target harga di Rp 9.000.
Senada, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo juga masih memandang prospek positif dari TPIA. Hal ini didorong dengan pengembangan CAP2 serta fluktuasi harga petrokimia dunia.
"TPIA masih menarik dicermati. Saat ini pergerakan saham TPIA cenderung sedang menguji resistance pertamanya di 8.800," sebut Azis.
Jika mampu breakout, TPIA diperkirakan akan menuju resistance kedua di harga Rp 9.500. Azis memberikan rekomendasi trading buy. Catatan Azis, waspadai jika harga saham bergerak menurun dan menembus support di Rp 8.575.
Baca Juga: Chandra Asri (TPIA) Teken Fasilitas Pinjaman US$ 100 Juta dari Bank OCBC NISP
Pandhu menambahkan, sebagai market leader di industri petrokimia, pertumbuhan jangka panjang TPIA memang akan relatif stabil. Beberapa katalis lain yang mampu mendorong pertumbuhan antara lain sinergi dengan program pemerintah seperti pembangunan jaringan gas nasional.
TPIA telah mempersiapkan material bahan baku pipa gas dengan klasifikasi PE 100 yang lebih efisien. Perhatian TPIA terhadap aspek Environmental, Social, and Governance (ESG) juga relatif besar, seperti pada pembangunan jalan aspal berbahan dasar dari plastik daur ulang.
"Aksi ini diharapkan dapat meningkatkan rating ESG dari TPIA, sehingga dapat menarik minat para investor yang belakangan ini semakin sensitif terhadap komitmen ESG," imbuh Pandhu.
Namun dari sisi kinerja, Pandhu kembali mengingatkan bahwa harga minyak yang masih bertahan di level yang cukup tinggi diperkirakan masih menekan kinerja TPIA pada kuartal kedua.
Oleh sebab itu, Pandhu masih menyarankan untuk wait and see terlebih dulu. Untuk tahun ini, target harga TPIA berada di sekitar Rp 8.000, sehingga saat ini pelaku pasar cenderung disarankan untuk sell on strength.
"Mungkin baru akan menarik jika harga minyak sudah berada di bawah level US$ 75 per brrel sehingga profit margin TPIA akan membaik dan diharapkan sudah membukukan bottom line positif kembali," pungkas Pandhu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News