kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Simak rekomendasi para analis untuk saham-saham sektor perkebunan


Minggu, 19 Mei 2019 / 19:48 WIB
Simak rekomendasi para analis untuk saham-saham sektor perkebunan


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam lima hari perdagangan ikut menggerus sejumlah indeks sektoral. Secara year to date (ytd), IHSG turun 5,93%. Sejumlah indeks sektoral mencatat penurunan yang lebih dalam daripada IHSG hingga Jumat (17/5).

Ada tiga indeks sektoral yang mencatat penurunan paling dalam, yaitu industri dasar, aneka industri, dan perkebunan. Sejak awal tahun hingga pertengahan Mei, indeks sektor industri dasar turun 19,24%, indeks sektor aneka industri turun 15,88%, dan indeks sektor perkebunan turun 12,95%.

Analis Indo Premier Sekuritas Mino mengatakan, terkoreksinya indeks sektor perkebunan ini didorong oleh harga crude palm oil (CPO) yang menurun. Memang, sejak awal tahun, pergerakan harga CPO berada dalam tren bearish.

Per kuartal I-2019 harga CPO kontrak pengiriman Juni 2019 di Malaysia Derivative Exchange melemah 3,96% di level RM 2.106 per metrik ton pada Jumat (29/3).

Sementara itu, pada Jumat (17/5), harga CPO untuk kontrak pengiriman Agustus 2019 di Malaysia Derivative Exchange berada di level RM 2.098.

Oleh karena itu, menurut Mino, untuk jangka panjang indeks saham sektor ini masih bisa turun lagi. "Karena harga CPO-nya masih relatif rendah," ucap dia saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (17/5).

Apalagi, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas. Padahal, China adalah negara importir terbesar komoditas ini.

Alhasil, ketika ekonomi negara Tirai Bambu melempem impor minyak sawit akan ikut tergerus.  "Kalau ekonominya melambat tentunya ada risiko permintaan CPO juga melambat," ucap Mino.

Sementara itu, menurut Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony, yang menjadi pemberat pergerakan indeks sektor ini adalah larangan ekspor CPO ke Eropa. Hal ini adalah dampak dari adanya kampanye negatif Uni Eropa.

Ke depannya, Chris melihat indeks sektor ini masih akan turun namun dengan penurunan yang lebih terbatas. Alasannya, harga CPO sudah turun cukup lama dan dalam sehingga ruang untuk penurunan menjadi lebih terbatas.

Apalagi, adanya stimulus positif dari pemerintah Indonesia yang tengah berupaya mendongkrak kontribusi industri non-migas dengan mendorong produksi bahan bakar green fuel seperti biodiesel B20 dan B30. Bahan bakar tersebut, merupakan bahan bakar diesel campuran minyak nabati dan minyak bumi (petroleum diesel).

Pemerintah melakukan ini untuk mengurangi ketergantungan pada impor minyak demi mengurangi defisit neraca perdagangan. "Untuk sektor perkebunan sebenarnya menunggu kebijakan pemerintah terkait penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang akan dikontribusi dengan minyak sawit," ucap Chris.

Sayangnya, menurut Chris, upaya pemerintah tersebut belum cukup untuk membuat saham sektor ini membaik. Dal jangka panjang, ia belum melihat tanda-tanda sektor ini akan rebound. Apalagi, kondisi ekonomi global masih bergejolak akibat perang dagang antara AS-China yang kembali memanas.

Untuk itu, ia belum memiliki rekomendasi buy untuk saham-saham di sektor ini. Sementara Mino menyarankan buy saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI, anggota indeks Kompas100 ini) dengan target harga Rp 12.000 hingga akhir tahun. Per perdagangan Jumat (17/5) harga saham AALI naik 2,48% ke level Rp 10.350.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×