kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

IHSG terus melemah, ini saham defensif yang layak dicermati versi analis


Minggu, 19 Mei 2019 / 12:36 WIB
IHSG terus melemah, ini saham defensif yang layak dicermati versi analis


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus mencatatkan pelemahan. Sejumlah analis menyarankan investor mencermati saham-saham defensif saat IHSG melemah.

IHSG terseret bursa global yang melemah akibat kekhawatiran investor mengenai efek perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China. Penyelesian perang dagang AS dan China yang belum menemukan titik terang dan semakin memanas, dinilai meningkatkan risiko pelemahan ekonomi (resesi) AS.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan dalam kondisi semacam ini, investor dapat membeli saham-saham defensif. Sebab saham defensif cenderung memiliki kinerja lebih baik dibanding saham lain di tengah pelemahan indeks.

“Tiga saham defensif yang dapat dilirik oleh investor adalah PT Bank Central Asia (BBCA), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM),” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (7/5).

Menurut Wawan, secara umum ketiga emiten tersebut merupakan saham dengan kapitalisasi besar dan fundamental yang baik.

Wawan menjelaskan, BBCA selain menjadi bank swasta terbesar juga tercatat memiliki porsi dana murah terhadap dana pihak ketiga. BBCA akan diuntungkan dari segi pengelolaan dana dan likuiditas perbankan yang tidak terlalu ketat.

“Hal ini tercermin dari rasio loan to funding ratio (LFR) yang lebih rendah dibanding bank lain di kelas BUKU IV,” ujarnya.

Sementara itu, UNVR dan GGRM merupakan saham konsumer yang dapat dicermati oleh investor karena permintaan atas produknya bersifat primer. Jadi tidak terpengaruh oleh faktor musiman maupun situasi ekonomi yang sedang dihadapi.

“Dua emiten ini mampu mencatatkan kinerja yang stabil dan orientasinya domestik. Seluruh pendapatan dihasilkan dalam negeri sehingga tidak terlalu terpengaruh dengan pelemahan nilai tukar,” jelasnya.

Wawan mengingatkan, meski termasuk ke dalam saham defensif bukan berarti saham tersebut tidak dapat melemah seiring dengan pelemahan IHSG. Karena saham defensif umumnya memiliki valuasi yang cukup premium.

Namun, investor dapat memanfaatkan momen ini untuk mulai melakukan pembelian secara bertahap dengan pertimbangan kinerja ketiga emiten diperkirakan mampu menjaga kinerja keuangan tetap stabil.

Senada, analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama juga menyarankan investor bisa mulai mencermati saham defensif. Nafan merekomendasikan saham TLKM dan BMRI. “TLKM memiliki peluang bagus di tahun ini, seperti periode pelaksanaan pemilihan umum kemarin meningkatkan trafik pemakaian dan konsumsi data,” ujarnya.

Adapun proyek pembangunan base tranceiver station (BTS) sebanyak 8.405 unit dan seluruhnya berbasis 4G akan meningkatkan value TLKM sebagai penyedia jasa telekomunikasi. TLKM juga mencatat kinerja dari pertumbuhan bisnis digital yang terdiri dari connectivy broadband dan layanan digital yang berkontribusi 68,4% dari total pendapatannya di kuartal I 2019.

Adapun saham BMRI yang diuntungkan dengan membaiknya prospek sektor ritel maupun korporasi. BMRI pun menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 14%-15% pada 2019. Di kuartal I 2019, BMRI berhasil memperoleh kenaikan laba bersih sebesar 23,4% year on year menjadi Rp 7,2 triliun didorong pertumbuhan pendapatan bunga.

Kepala Riset Samuel Sekuritas, Suria Dharma juga sepakat dalam keadaan IHSG yang terus terkoreksi ada baiknya mencermati saham defensif. “Emiten yang menarik dicermati ada BBCA, UNVR, dan GGRM,” jelasnya.

Suria rekomendasikan hold saham BBCA tapi bisa dicermati saat harga berada di Rp 27.800 per saham. Pun ia menyarankan hold saham UNVR dengan target harga Rp 48.200 per saham. Sedangkan untuk GGRM, ia merekomendasikan buy dengan target harga Rp 90.000 per saham.

Sementara Nafan merekomendasikan akumulasi beli saham TLKM dengan target harga jangka pendek hingga panjang secara bertahap di level Rp 3.880, Rp 4.200, dan Rp 4.510 per saham. Ia juga menyarankan akumulasi beli saham BMRI dengan estimasi target harga jangka menengah dan panjang di level 8.050 dan Rp 8.650 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×