Reporter: Muhammad Kusuma | Editor: Anna Suci Perwitasari
Seperti diketahui, pada kuartal III-2019, pendapatan TINS berhasil melonjak 114,66% menjadi Rp 14,59 triliun. Namun, perusahaan pelat merah ini malah mencetak rugi bersih Rp 271,45 miliar dari sebelumnya laba bersih Rp 407,87 miliar di kuartal III-2018.
Selain pasokan yang berhasil dikontrol, permintaan timah diperkirakan bakal naik. Peningkatan permintaan terhadap solder merupakan imbas dari produksi white goods yang meningkat. White goods sendiri merupakan alat rumah tangga yang menggunakan listrik seperti tv, air conditioner (ac), mesin cuci, dan yang lainnya.
“Sudah ada kenaikkan produksi di tahun 2019 jadi efeknnya akan terasa di tahun 2020,” lanjut Chandra.
Baca Juga: PT Timah (TINS) Menjalin Kongsi dengan BUMN Tanzania
Yanuar menambahkan, penguatan saham TINS ditopang oleh peningkatan produktivitas. Pembangunan smelter ausmelt dapat mendorong produktivitas TINS di tahun ini. Nantinya, teknologi ausmelt dapat mengolah timah dengan kualitas rendah.
Selain ausmelt, TINS juga sudah merampungkan proyek teknologi fuming pada Juli tahun lalu. Penerapan teknologi fuming pada furnace untuk melebur tin slag untuk meningkatkan nilai produktivitas. Melalui proyek fuming smelter, perusahaan BUMN ini mampu memproses kembali terak timah yang saat ini tidak bisa diambil dengan menggunakan tanur.
Yanuar memperkirakan TINS dapat membukukan pendapatan hingga Rp 19,58 triliun dan mencatatkan laba bersih mencapai Rp 606 miliar pada akhir 2020 mendatang.