Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Tendi Mahadi
Meskipun begitu, Teguh belum melihat potensi gagal bayar akan dialami para emiten properti di tahun ini akibat utang dalam dolar AS tersebut. Dengan kondisi saat ini, agar kondisi arus kas para emiten tetap baik, mereka pun bisa melakukan penjualan aset.
“Bisa juga konversi utang dari dolar ke rupiah atau bisa buyback obligasi. Lalu, melakukan refinancing dan mengambil utang baru di bank dalam negeri. Tetapi itu juga susah, karena bunga bank saat ini tinggi,” tuturnya.
Di sisi lain, emiten properti kemungkinan juga memiliki strategi hedging untuk mengantisipasi adanya fluktuasi selisih kurs rupiah dengan dolar AS. Namun, penurunan rupiah yang sudah sampai Rp 16.000 per dolar AS saat ini dinilai Teguh terlalu dalam, sehingga strategi hedging tersebut belum tentu dapat menyelamatkan kinerja para emiten dari fluktuasi kurs.
“Strategi hedging kemungkinan hanya bisa melindungi sampai di kisaran Rp 15.000 per dolar AS,” paparnya.
Melihat laporan keuangan emiten dan kondisi pasar saat ini, kinerja BSDE dilihat paling baik di antara keempat emiten properti tersebut.
“Ekuitas BSDE juga masih tinggi, sehingga masih lebih aman dibandingkan tiga emiten lainnya,” paparnya.
Teguh pun merekomendasikan hold untuk BSDE dengan target harga di kisaran Rp 1.000 - Rp 1.100 per saham.
“Untuk tiga emiten properti lainnya bisa sell dulu sebaiknya,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News