Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten properti diperkirakan akan menguat di tahun ini. Sebab, era penurunan suku bunga acuan bank sentral dunia diperkirakan sudah akan dimulai.
Asal tahu saja, harapan akan penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) semakin kuat usai komentar dari Ketua Federal Reserve Jerome Powell pada pekan lalu.
Di sisi lain, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan sinyal akan menurunkan suku bunga acuannya atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di semester II 2024. Saat ini, BI masih menahan suku bunga di level 6%.
PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) menganggap sinyal dimulainya era penurunan suku bunga sebagai kabar baik.
Baca Juga: Penurunan Suku Bunga AS Bisa Berdampak Positif, Ini Rekomendasi Saham Emiten Properti
“Penurunan suku bunga akan berdampak positif berupa peningkatan daya beli konsumen dan menjadi sentimen positif bagi industri properti,” ujar Director and Corporate Secretary PWON Minarto Basuki kepada Kontan, Jumat (8/3).
Meskipun begitu, Direktur CTRA Harun Hajadi mengaku, masih ragu apakah AS akan menurunkan suku bunga di tahun ini. Sebab, pertumbuhan ekonomi AS masih bagus sekali di kisaran 3,3% dan unemployment rate hanya 4,5%.
“Dengan kondisi itu, suku bunga masih sulit turun. Tetapi, ini pendapat saya,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (8/3).
Di sisi lain, suku bunga acuan BI pun dilihat tak terlalu tinggi dan pasar properti Tanah Air juga masih sehat.
“Kebijakan PPN DTP sangat membantu, karena ada diskon 11%. Apalagi, penjualan rumah tapak memang bagian terbesar portofolio kami,” ungkapnya.
Melansir laman BEI, kinerja IDX Sector Properties & Real Estate masih turun 5,28% secara year to date (YTD).
Research Analyst Phintraco Sekuritas Arsita Budi Rizqi melihat, kinerja indeks yang masih bearish kemungkinan disebabkan oleh investor yang justru wait and see terkait kebijakan suku bunga The Fed.
“Setelah rilis data hingga pidato terakhir Powell pada Kamis (7/3), investor menilai The Fed akan lebih berhati-hati dalam memangkas suku bunga acuan. Ini mengingat inflasi Januari 2024 masih jauh dari target inflasi 2%,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (8/3).
Di tahun 2024, ada optimisme pada kinerja sektor properti dan real estate yang didukung oleh sejumlah sentimen.
Baca Juga: Harga Logam Dasar Turun, Begini Prospek Kinerja dan Rekomendasi Saham Emiten Baja
Pertama, proses Pemilu 2024 berjalan lancar dan kemungkinan besar akan berlangsung satu putaran. Kondisi ini memberikan kepastian terhadap investor terkait keberlanjutan proyek IKN oleh sejumlah emiten properti.
“Berlangsungnya pemilu satu putaran memungkinkan iklim investasi yang kondusif di Indonesia,” ungkapnya.
Kedua, sektor properti memperoleh dukungan dari pemerintah melalui Insentif Pajak Pertumbuhan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) bagi pembelian rumah. Insentif ini akan berlangsung dua tahap (November 2023 – Juni 2024 dan Juli 2024 – Desember 2024).
“Secara historis, pemerintah pernah menerapkan kebijakan ini pada 2021 – 2022, yang mana efek dari PPN DTP mampu meningkatkan pertumbuhan sektor properti dan real estate,” tuturnya.
Selain insentif PPN DTP, pemerintah juga memberikan insentif bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) berupa pembiayaan administrasi rumah Rp 4 juta serta program DP 0% bagi pembelian rumah dengan sistem KPR.
Oleh karena itu, Arsita meyakini, aset hunian rumah menjadi salah satu sub-sektor yang diuntungkan dari insentif-insentif yang diberikan oleh pemerintah.
“Sementara itu, Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Real Estate Indonesia (REI) juga optimistis sektor properti dan real estate akan tumbuh double digit mencapai 10% di tahun 2024,” ungkapnya.
Ketiga, potensi penurunan suku bunga acuan The Fed dan Bank Indonesia. Arsita mengatakan, meskipun sepanjang tahun 2023 BI menaikkan suku bunga acuan 25bps menjadi 6%, kinerja sektor properti cenderung positif.
Hal ini ditunjukkan dari pencapaian target pendapatan pra penjualan alias marketing sales para emiten properti.
“Tren penurunan suku bunga kemungkinan besar akan semakin meningkatkan prospek peningkatan marketing sales di tahun 2024 melalui penurunan suku bunga kredit,” katanya.
Arsita memperkirakan, penurunan suku bunga akan terjadi di semester I 2024, baik untuk The Fed maupun BI.
Baca Juga: Permintaan Minyak Sawit Meningkat di Bulan Ramadan, Simak Rekomendasi Saham CPO
“Aset yang akan diuntungkan dari penurunan suku bunga ini adalah aset hunian rumah melalui dukungan insentif pajak serta penurunan suku bunga kredit,” ujarnya.
Menurut Arsita, kinerja CTRA menarik untuk diperhatikan. Sebab, di tengah tantangan suku bunga tinggi di tahun 2023, CTRA mampu mencetak marketing sales tertinggi senilai Rp 10,2 triliun atau mencapai 105% dari target awal.
“CTRA juga diuntungkan dengan adanya insentif PPN DTP. Sebab, penjualan terbesar CTRA sebagian besar berasal dari pembeli rumah tangan pertama dengan range harga rumah Rp 2 miliar- Rp 5 miliar,” paparnya.
Secara teknikal, saham CTRA dalam kondisi sideways. Sehingga, strategi trading yang dilakukan adalah trading buy untuk CTRA dengan entry level di Rp 1.230 per saham dan target di level Rp 1.320 per saham.
Investor dapat mempertimbangkan cut loss untuk CTRA ketika breaklow level Rp 1.210 per saham. Hal ini didukung oleh potensi golden cross pada Stochastic RSI.
“Dari sisi fundamental fair value, saham CTRA dalam kondisi undervalued. Dengan pendekatan weighted average EV/EBITDA, diperoleh target harga sebesar Rp 1.684 per saham,” jelasnya.
Menurut Arsita, sejumlah saham emiten properti memang masih dalam kondisi sideways. Oleh karena itu, Arsita juga merekomendasikan trading buy untuk BSDE, PWON, dan SMRA.
Baca Juga: Ini Rekomendasi Saham Emiten CPO Jelang Ramadan
Untuk BSDE, entry level ada di Rp 1.015 per saham dengan target di level Rp 1.055 per saham. Investor dapat mempertimbangkan cutloss untuk BSDE ketika kurang dari Rp 1.015 per saham.
Untuk PWON, entry level ada di Rp 406 – Rp 408 per saham dengan target di level Rp 428 per saham. Investor bisa mempertimbangkan cutloss jika harga kurang dari Rp 404 per saham.
Untuk SMRA, entry level ada di Rp 535 – Rp 540 per saham dengan target di level Rp 580 per saham. Investor bisa mempertimbangkan cutloss jika kurang dari Rp 520 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News