Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Penguatan harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) tidak bertahan lama. Nilai tukar ringgit yang berbalik menguat serta kekhawatiran turunnya permintaan menghadang kenaikan harga CPO.
Mengutip Bloomberg, Kamis (16/2) pukul 17.00 WIB, harga CPO kontrak pengiriman April 2017 di Malaysia Derivative Exchange terkikis 1,3% ke level RM 3.027 atau US$ 679,85 per metrik ton dibanding sehari sebelumnya. Harga CPO kembali tergerus setelah menguat dalam dua hari beruntun.
Analis PT Asia Tradepoint Futures, Deddy Yusuf Siregar menjelaskan, koreksi harga CPO dipicu oleh penguatan mata uang ringgit Malaysia terhadap dollar AS. Sejak akhir Januari CPO juga terbebani oleh proyeksi kenaikan produksi Indonesia di tahun 2017.
Hal tersebut datang setelah Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) melaporkan produksi CPO dalam negeri tahun lalu di angka 31,5 juta ton, turun 3% dibanding tahun sebelumnya. Namun tahun ini Gapki memperkirakan produksi CPO akan kembali meningkat ke angka 35,5 juta ton.
"Jika produksi naik tetapi permintaan global belum pulih, maka pasokan akan naik dan menjadi sentimen negatif bagi CPO," kata Deddy.
Sinyal lemahnya permintaan terlihat dari angka ekspor CPO Indonesia ke China yang turun 19% menjadi 3,99 juta ton pada tahun 2016. China kini lebih banyak mengimpor minyak kedelai jikadibandingkan dengan minyak sawit.
Lalu Solvent Extractors’ Association of India merilis impor CPO India bulan Januari menyusut 12% menjadi 608.762 metrik ton dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Tanaman bijih - bijihan minyak nabati di India menunjukkan perkembangan yang cukup baik sehingga menyokong pasokan dalam negeri. Imbasnya, pembelian minyak dari luar negeri menjadi berkurang.
Di samping itu, ancaman kenaikan pajak masih mungkin menghadang laju CPO. Negara Prancis memang telah membatalkan pemberlakuan pajak progresif untuk CPO Indonesia. "Tetapi pajak Prancis kemungkinan akan digulirkan kembali pada waktu mendatang," lanjut Deddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News