kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.667.000   5.000   0,30%
  • USD/IDR 16.350   -70,00   -0,43%
  • IDX 6.648   -94,43   -1,40%
  • KOMPAS100 985   -10,71   -1,08%
  • LQ45 773   -11,62   -1,48%
  • ISSI 203   -1,54   -0,76%
  • IDX30 399   -7,38   -1,81%
  • IDXHIDIV20 478   -11,28   -2,30%
  • IDX80 112   -1,62   -1,42%
  • IDXV30 117   -1,24   -1,05%
  • IDXQ30 132   -2,70   -2,00%

Serangkaian Kebijakan Trump Masih Menekan Harga Minyak Mentah


Senin, 10 Februari 2025 / 20:33 WIB
Serangkaian Kebijakan Trump Masih Menekan Harga Minyak Mentah
ILUSTRASI. An oil pump of IPC Petroleum France is seen at sunset outside Soudron, near Reims, France, August 24, 2022. REUTERS/Pascal Rossignol


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah tertekan memburuknya prospek ekonomi global. Langkah kebijakan Trump telah menciptakan risiko pasokan melonjak dan mengurangi permintaan.

Mengutip Bloomberg, Senin (10/2) pukul 20.26 WIB, harga minyak mentah WTI untuk pengiriman Maret 2025 berada di posisi US$ 72.04 per barel. Harga minyak WTI pulih 1,46% dibanding akhir pekan lalu. Dalam sebulan, harga minyak turun 4,91%.

Minyak mentah Brent juga masih belum lepas dari tekanan yang berada di US$ 75,67 per barel, naik 1,35%, namun masih terkoreksi 4,02% dalam sebulan.

Analis Doo Financial Futures Lukman Leong mengamati, harga minyak dunia secara umum masih terbebani oleh surplus global. Ketidakpastian dari kebijakan Donald Trump pun membuat prospek ekonomi global penuh dengan ketidakpastian.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Senin (10/2) Sore, Brent ke US$75,40 dan WTI ke US$71,72

Sanksi baru Amerika Serikat (AS) terhadap ekspor minyak mentah Iran justru positif bagi harga minyak. Namun sanksi ini cukup diragukan akan sepenuhnya efektif mengurangi ekspor dari Iran.

Selain itu, langkah Organisasi Pengekspor Minyak Mentah dan Sekutu (OPEC+) menjadi kekhawatiran pasar. Sebab, OPEC+ setiap saat akan siap menutupi kekuarangan dengan memulihkan produksi mereka.

Lukman menuturkan, pemulihan produksi di Nigeria diperkirakan akan mencapai 1,8 juta barel per hari (bph) hingga 2 juta bph, melampaui kuota 1,5 juta bph. Di lain sisi, permintaan China mungkin masih akan terus lemah oleh elektrifikasi kendaraan.

Kebijakan pro fosil Trump juga akan meningkatkan produksi AS yang sudah sangat tinggi. Dukungan Trump terhadap energi fosil seperti produksi minyak dan gas, serta mengurangi dukungan terhadap energi terbarukan.

"Saya masih memperkirakan harga minyak mentah di kisaran US$ 60 per barel tahun ini, tanpa pemulihan produksi dari OPEC+. Dan level US$ 50 pe barel- US$ 55 per barel, apabila OPEC+ memulihkan produksi yang tergantung seberapa besar," ucap Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (10/2).

Baca Juga: BPH Migas Ungkap Penyaluran Gas HGBT Belum Optimal, di Bawah 80%

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mencermati, koreksi harga minyak dapat dikaitkan dengan perlambatan ekonomi dan ketidakpastian ekonomi global. Misalnya sanksi baru AS terhadap ekspor minyak Iran telah berkontribusi terhadap volatilitas dan ketidakpastian pasar.

Selain itu, peningkatan persediaan minyak di AS menambah risiko pasokan. Tensi perdagangan yang sedang berlangsung, khususnya antara AS dan China, juga dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi global dan permintaan energi.

"Pasokan minyak global relatif stabil, dengan sedikit peningkatan produksi dari negara-negara OPEC+ dan non-OPEC. Namun, ketegangan geopolitik dan sanksi dapat mengganggu rantai pasokan," kata Sutopo kepada Kontan.co.id, Senin (10/2).

Sutopo melihat, permintaan minyak global telah menunjukkan pertumbuhan musiman, didorong oleh cuaca yang lebih dingin dan peningkatan konsumsi bahan baku petrokimia. Akan tetapi, ketidakpastian permintaan tetap ada karena kondisi ekonomi dan tensi  perdagangan.

Meskipun ada sedikit peningkatan dalam pasokan minyak global, pasar tetap relatif seimbang. Namun, gangguan atau perubahan permintaan yang signifikan dapat menyebabkan surplus atau defisit.

Sutopo menyebutkan, perkembangan geopolitik, kondisi ekonomi, dan keputusan negara-negara penghasil minyak utama seperti OPEC+ akan menjadi faktor penentu harga minyak mentah.

"Jika ekonomi global stabil dan permintaan meningkat, maka harga dapat pulih. Sebaliknya, ketidakpastian ekonomi yang berkelanjutan dan gangguan pasokan dapat membuat harga tetap bergejolak," jelas Sutopo.

Sutopo memperkirakan, minyak mentah WTI akan diperdangkan pada level US$ 73,60 per barel di akhir kuartal I-2025. Dalam waktu 12 bulan ke depan, harga minyak WTI diproyeksi berada di level US$ 76,92 per barel.

Selanjutnya: Link Net (LINK) Jalankan Strategi Ini untuk Optimalkan Operasional Sepanjang 2024

Menarik Dibaca: Finansial Gen Z Rentan Masalah Keuangan, Ini Solusi Meningkatkan Literasi!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×