kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

September ini IHSG bakal ambruk atau naik?


Jumat, 10 September 2021 / 22:20 WIB
September ini IHSG bakal ambruk atau naik?
ILUSTRASI. Pialang memonitor layar perdagangan saham di Jakarta, Senin (6/9/2021). KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.

KONTAN.CO.ID - Dalam hampir 10 tahun terakhir, IHSG selalu terpuruk di Bulan September. Pertumbuhan ekonomi yang tersendat di Q3 karena covid serta isu tapering off Amerika yang semakin kencang membuat “kutukan” di September seperti pasti akan datang. Tapi apakah betul IHSG akan luruh? Bagaimana kita sebaiknya melihat saham-saham new economy yang ada di bursa?

Berikut ini wawancara khusus Kontan dengan Suria Dharma Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia

Bagaimana Anda melihat pertumbuhan ekonomi di kuartal ke-3 ini dan apa pengaruhnya terhadap pasar modal?

Ekonomi kita sebetulnya di Q2 itu kan sudah inline kalau saya lihat ya. Sudah inline dengan perkiraan ada pemulihan. Jadi kalau dari emiten yang sudah mengeluarkan result-nya di Q2 kan kira-kira ada setor 2/3-nya sudah rilis. Nah itu laba bersih kenaikannya cukup tajam karena tahun lalu kan Q2- tertekan banget . Nah tapi karena adanya Covid Delta yang meningkat kembali di bulan Juli dan Agustus yang mengakibatkan PPKM level 4 diperketat.

Jadi kemungkinan ekonomi kita di Q3 itu sedikit tertekan. Kalau dilihat pertumbuhan kredit saja yang tadinya bulan Juni itu sudah mulai plus kira-kira 0,5%, bulan Juli mandek kira-kira di angka yang sama lah. Tadinya saya perkirakan mestinya lebih bagus itu ya.

Nah jadi itu memang Q3 enggak akan sebagus yang dibayangkan karena tadinya kan diproyeksikan kan Q3 bisa lebih bagus dari Q2, Q4 lebih bagus dari Q3.

Apakah pertumbuhan di kuartal 3 bisa minus?

Bisa minus, bisa minus atau plus juga mungkin enggak banyak. Kita mesti antisipasi juga, cuma rata-rata sudah memproyeksikan hal seperti itulah untuk Q3-nya kan. Kita enggak bisa terlalu optimis dengan Q3-nya.

Jadi diharapkan Q4-nya ini yang bisa lebih bagus. Tapi kalau melihat kasus dari Covid-nya sendiri sih saya lihat positif rate-nya sudah di bawah 10% ya. Harusnya sih mungkin sekarang sudah mulai teratasi ya. Mudah-mudahan sih tidak melonjak lagi.

Bagaimana dengan isu tapering off dari Amerika?

Mengenai tapering off itu memang belakangan itu kemungkinan tapering off itu terjadi di akhir 2021. Sebelumnya kan orang memperkirakan 2022. Cuma memang catatannya kan kondisinya agak berbeda dengan 2013.

Karena waktu 2013 itu kan orang-orang tidak siap dan tidak begitu familiar juga ya dengan tapering itu seperti apa. Jadi pada waktu itu memang sempat terjadi tekanan. Terutama 6 bulan pertama. Kalau sekarang bedanya mungkin orang lebih siap.

Data tenaga kerja di Amerika itu sebetulnya belum begitu bagus-bagus amat. Tapering ini kan dapat dilakukan misalnya dengan asumsi  kondisi ekonomi di sana sudah cukup pulih. Sudah cukup pulih sehingga tidak memerlukan lagi bantuan seperti itu.

Cuma memang bedanya tapering off kalau bisa dilakukan itu paling cepat  juga paling Oktober atau November. Itu pun secara bertahap ya. Mungkin pembeliannya bonds itu, mungkin treasury di sana itu dikurangi itu ya. Sekarang kan US$ 120 miliar setiap bulan ya. Beli itu mungkin dikurangi mungkin sekitar US$ 30 miliar per bulannya. Jadi masih perlu waktu beberapa bulan sampai pengurangan itu menjadi 0.

Setelah itu pun nantinya mungkin juga akan diikuti dengan penjualan dari treasury yang dimiliki. Pada waktu 2013 itu, terjadinya baru 3 tahun kemudian. Jadi ini berbeda. Nah tapi kemungkinan walaupun ada tapering off, kenaikan suku bunga itu kan kemungkinan kalau di Amerika itu diperkirakan baru 2022 akhir atau 2023.

Jadi ini tidak akan serta membuat Rupiah kita terpuruk?

Kelihatannya sih enggak. Karena memang kalau dilihat dari yield SBN kita saja kan ya SBN kita itu kan malah turun ya sekarang ya 6%-an. Yang agak berbeda karena kepemilikan asing di SBN kita kan sudah berbeda. Kalau tahun lalu kan mungkin bisa 40%, sekarang mungkin sekitar 22%-an.

Kita juga ada kerjasama kan pembayaran dengan beberapa negara yang mungkin tidak memakai US dolar lagi. Ke depannya mungkin juga China akan menggunakan itu dalam transaksi antar negara dengan Indonesia. Yang sekarang kita lakukan dengan beberapa negara seperti Thailand salah satunya. Ada tiga negara yang kita melakukan pembayaran berdasarkan mata uang negara yang bersangkutan itu ya. Mungkin ke depannya, kebutuhannya mungkin enggak sebesar dulu. Dan kemudian juga cadangan devisa kita kan cukup tinggi sekarang. Jadi mungkin itu juga tekanan ke rupiah kita mungkin agar terjaga.

September itu secara historis memang cenderung turun. Historis dalam mungkin lebih dari 10 tahun




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×