Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan rupiah akibat krisis Turki berpotensi terjadi dalam jangka pendek. Ketika sentimen krisis Turki mereda, langkah rupiah untuk menguat masih berat karena rencana Federal Reserve menaikkan suku bunga acuannya sebanyak dua kali lagi tahun ini semakin bulat.
Senin (13/8) mengutip Bloomberg di pasar spot, rupiah hari ini tercatat melemah 0,90% ke Rp 14.608 per dollar AS. Sementara, kurs tengah Bank Indonesia mencatat pelemahan rupiah 1,01% ke Rp 14.583 per dollar AS.
Analis Pasar Uang Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan, rupiah hari ini melemah karena pelaku pasar panik terhadap masalah geopolitik AS dengan Turki dan melemahnya mata uang lira Turki.
Reny mengatakan, depresiasi lira yang hampir mencapai 50% sejak awal tahun menyebabkan mata uang di emerging market termasuk rupiah juga jadi ikut tertekan. Reny menyebut, defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) Indonesia pada kuartal II 2018 yang mencapai US$ 8 miliar atau 3% tehadap produk domestik bruto (PDB) juga menambah tekanan pada rupiah.
Senada, Direktur Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, wajar rupiah melemah karena data dalam negeri juga sedang negatif, terutama yang terbaru data CAD yang melebar ke 3% per kuartal II 2018 dan cadangan devisa yang tergerus menjadi US$ 118,3 miliar di Juli 2018.
Reny mengatakan, rupiah yang melemah karena tersenggol sentimen krisis Turki tidak akan berlangsung lama. "Bentuk kerja sama perdagangan Indonesia dengan Turki sangat kecil, seharusnya sentimen ini bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan dalam jangka panjang," kata Reny, hari ini.
Hanya saja, memang Reny mengakui euforia pelaku pasar saat ini sangat sensitif. Akibatnya ketika dollar AS menguat dan emerging market kompak memerah, rupiah jadi ikut melemah.
"Rupiah jadi rentan pada sentimen eksternal karena kembali lagi investornya itu-itu saja, mereka cenderung cari safe haven currency, kalau kondisinya emerging market turun mereja jadi lari ke dollar AS lagi," kata Reny.
Tak heran apresiasi dollar AS sebagai aset safe haven berlanjut dan makin menguat di tengah kepanikan pelaku pasar pada gejolak yang terjadi di Turki. Pelemahan rupiah tak terhindarkan di saat CAD Indonesia malah melebar.
Fikri C. Permana Ekonom Pefindo menambahkan, rupiah rentan terhadap sentimen eksternal karena komposisi investor asing besar di pasar keuangan Indonesia. "Investor asing di bursa saham sekitar 38% dan di SUN 40%. Pada saat asing terkena sentimen negatif mereka langsung capital outflow itu yang buat saham anjlok, nilai tukar anjlok," kata Fikri.
Setelah krisis Turki mereda, Reny mengatakan rupiah berpotensi stabil bergerak ke rentang Rp 14.490 per dollar AS hingga Rp 14.600 per dollar AS untuk sebulan ke depan. Namun, tekanan terhadap rupiah masih akan ada, tentunya dari rencana The Fed menaikkan suku bunga acuannya kembali.
Ibrahim mengatakan selain rupiah melemah karena pengaruh tidak langsung dari pelemahan lira, di satu sisi indeks dollar AS hari ini cenderung menguat hampir pada setiap mata uang kuat dunia dan emerging market. Penguatan tersebut datang dari sentimen kenaikan suku bunga The Fed yang akan naik di September dan Desember mendatang.
Rencana kenaikan suku bunga The Fed tersebut didukung dengan data ekonomi ketenagakerjaan AS yang juga positif. Tercatat, Jumat (10/8) data pengangguran di AS menurun dari 6,0% di Juni 2018 menjadi 5,8% di Juli 2018.
Selain itu, perang dagang AS dan China, gagalnya pertemuan Uni Eropa dan Inggris terkait permasalahan Brexit juga membuat dollar AS menguat dan semakin dijadikan aset safe haven.
Ibrahim memproyeksikan sentimen krisis Turki hanya sesaat dan rupiah bisa kembali stabil di tengah pelaku pasar juga sudah price in dengan kenaikan suku bunga The Fed yang sebanyak empat kali di tahun ini. Ibrahim optimis rupiah akan bergerak stabil seiring dengan invetervensi yang akan kembali BI lakukan.
Ibrahim memproyeksikan rupiah bergerak di Rp 14.500 per dollar AS untuk jangka pendek dan Rp 14.600 per dollar AS hingga akhir tahun karena pada Desember 2018 The Fed juga akan menaikkan suku bunga acuan.
Fikri menambahkan, risiko terhadap rupiah juga datang dari yield Surat Utang Negara (SUN) yang hari ini naik menjadi 7,9% dari 7,7%.
Fikri mengatakan dalam waktu dekat selain sentimen krisis Turki, pergerakan rupiah akan dipengaruhi oleh hasil diskusi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait masalah perdagangan sektor holtikultural.
Fikri memproyeksikan rupiah ke depan masih undervalue. Menjadi pekerjaan rumah pemerintah bagaimana meyakinkan investor bahwa ekonomi Indonesia stabil dalam menghadapi volitilitas global. Sementara, katalis positif bagi rupiah hingga akhir tahun adalah CAD di semester II 2018 biasanya cenderung menurun.
Fikri memproyeksikan rupiah sebulan ke depan berada di rentang Rp 14.400 per dollar AS hingga Rp 14.700 per dollar AS. Sementara di akhir taun rupiah berada direntang Rp 14.300 per dollar AS hingga Rp 14.800 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News