Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah berpotensi mengawali perdagangan Senin (24/1) dengan pelemahan. Para pelaku pasar yang diproyeksikan akan bersikap risk off atau menghindari risiko membuat rupiah berpotensi tertekan.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, saat ini pasar masih diselimuti oleh kekhawatiran dari kebijakan Federal Reserve. Dia melihat, para pelaku pasar masih khawatir terkait seberapa hawkish kebijakan dari The Fed ke depan.
“Lalu, pasar kemungkinan juga akan risk-off sentimen di pasar Asia, terutama terkait ketegangan politik Amerika Serikat (AS) dan Rusia,” kata Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (21/1).
Baca Juga: LQ45 Kalah Tipis dari IDX30, Berikut Saham-Saham yang Jadi Pemberat
Sementara analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf mengungkapkan, pergerakan rupiah juga akan ditentukan dengan pergerakan yield US Treasury. Ketika ada indikasi yield obligasi tersebut naik, maka kekhawatiran capital outflow bisa muncul dan bisa menekan rupiah kembali.
Di satu sisi, meningkatnya kasus omicron di dalam negeri, juga bisa memperberat sentimen negatif untuk rupiah, apalagi jika kemudian ternyata level PPKM di Ibu Kota kembali diperketat. “Secara umum, pelaku pasar kemungkinan akan bersikap wait and see menjelang rapat FOMC, sehingga membuat pergerakan cenderung mendatar,” imbuh Alwi.
Alwi pun memproyeksikan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.310 per dolar AS-Rp 14.360 per dolar AS.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Jelang Rapat The Fed
Adapun, pada perdagangan Jumat (21/1), rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 14.335 per dolar AS atau menguat 0,03%. Kendati begitu, jika dihitung dalam sepekan, rupiah justru melemah 0,27%.
Sementara di kurs Jisdor Bank Indonesia (BI), mata uang Garuda ini juga menguat tipis 0,04%. Namun, jika dalam seminggu terakhir, rupiah catatkan pelemahan 0,26%.
Baca Juga: Harga Emas Menguat 0,96% Sepekan Akibat Inflasi dan Kisruh Geopolitik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News