Sumber: KONTAN | Editor: Test Test
Harga saham-saham perkebunan memang sudah melejit cukup tinggi sejak tahun lalu. Namun, sejalan dengan harga minyak sawit yang terus menggeliat, harga saham-saham pekebun sawit pun bakal ikut terus melejit.Gonjang-ganjing harga minyak goreng dan minyak sawit alias crude palm oil (CPO) memang bikin bingung pemerintah dan banyak orang. Namun, lain ceritanya bagi para perusahaan perkebunan sawit. Semakin menggeliat harga si licin ini, semakin untunglah mereka. Itulah sebabnya, hampir semua analis kini memasukkan saham-saham perkebunan, khususnya pekebun sawit, ke dalam daftar teratas rekomendasi mereka. Sebab, mereka yakin, harga saham emiten kebun akan terus melejit seiring naiknya harga CPO.
Ya, para analis yakin harga CPO akan terus naik tahun ini. Sebab, permintaannya memang terus meningkat. Tak hanya dari produsen makanan, tapi juga dari industri biodiesel. Diperkirakan total permintaan CPO dunia tahun ini mencapai 39 juta ton. Sementara, pasokannya tahun ini hanya 38,97 juta ton. Selain dampak musim kemarau panjang tahun lalu, seretnya pasokan CPO juga akibat kebijakan Pemerintah Amerika yang mendorong petani bertanam jagung untuk biodiesel etanol. Alih-alih menanam sawit, “Banyak petani Amerika kini bertanam jagung,” kata Asti Dwiyandani, analis Panin Sekuritas. Lebih kecilnya pasokan CPO ini membuat harganya terus naik dan kian menggeliat.
Riset Trimegah Sekuritas memperkirakan, harga CPO yang saat ini berada di kisaran US$ 740-US$ 750 per ton akan menembus US$ 800 per ton hingga akhir tahun ini. Melejitnya harga CPO tentu saja membuat penghasilan perusahaan-perusahaan sawit semakin meningkat. Otomatis, prospek sahamnya pun ikut mengkilap. Apalagi, para analis pun memperkirakan para emiten kebun masih akan lama menikmati kenaikan harga CPO. “Empat tahun lagi, pasokan CPO stabil dan harga bisa turun,” ucap Adrian Rusmana, analis Kresna Securities.
Isu kenaikan harga CPO ini memang telah melambungkan harga saham-saham perkebunan. Namun, seiring terus naiknya harga CPO, saham-saham perkebunan masih menjanjikan keuntungan. Berikut analisis singkat dua saham yang paling banyak mendapat sorotan para analis: Emiten sawit terbesar di bursa Jakarta ini sungguh diuntungkan oleh kenaikan harga sawit. Lihat saja kinerjanya kuartal satu 2007. Sebetulnya, volume penjualan pada triwulan satu itu turun 13,8%, dari 223.711 ton menjadi 192.844 ton. Untunglah, harga jual rata-rata CPO aali melonjak 37,5%, dari dari Rp 3.340 per kilogram menjadi Rp 4.591 per kilogram. Walhasil, pendapatan aali naik 16,4%, menjadi Rp 1,02 triliun. Adapun laba bersihnya terdongkrak 47,6%, dari Rp 182,19 miliar menjadi Rp 268,85 miliar.
Harga CPO memang masih berpeluang terus naik. Sayangnya, AALI tak bisa menggenjot volume produksinya. Sebab, bencana kekeringan yang melanda lahan mereka di Kalimantan bisa membuat produksinya turun. Untuk menggenjot produksi, AALI siap menambah lahan baru seluas 17.000 hektare lagi. Lahannya saat ini seluas 220.000 hektare. Untuk itu, “Kami sudah menyiapkan belanja modal tahun ini sebesar Rp 700 miliar,” kata Tjahyo D. Ariantono, Hubungan Investor AALI. Kondisi itu membuat harga saham AALI yang saat ini (2/5) Rp 15.950 per saham berpeluang terus naik. Prayoga A. Triyono, analis Henan Putihrai Sekuritas, memprediksikan harga saham aali bakal naik menjadi Rp 20.000 per saham dalam setahun ke depan.
Secara resmi, emiten bersimbol UNSP ini memang belum melansir kinerjanya kuartal I 2007. Namun, Ambono Januarianto, Direktur Utama PT Bakrie Sumatera Plantation, sudah memberi ancar-ancar: pendapatan UNSP kuartal satu lalu tumbuh 20% di atas pendapatannya kuartal satu 2006. Pertumbuhan itu merupakan buah akuisisi UNSP atas dua perusahaan kebun beberapa waktu lalu. Yakni, PT Sumbertama Nusapertiwi yang punya lahan sawit seluas 7.229 hektare dan perusahaan karet Nibung Rubber Factory. “Nusapertiwi diprediksi memberi tambahan penghasilan Rp 100 miliar hingga akhir tahun,” tulis Ricardo Silaen, analis Kim Eng Securities, dalam laporan risetnya. Adapun Nibung diprediksi menyumbang pendapatan sebesar US$ 1,5 juta pertahun. Kondisi ini membuat para analis yakin, harga saham UNSP yang saat ini (2/5) Rp 1.470 per saham akan naik menjadi Rp 1.800 per saham hingga akhir tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News