Sumber: KONTAN | Editor: Test Test
JAKARTA. Saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) masih pantas jadi jagoan. Buktinya, biarpun nilai sahamnya jauh di atas rata-rata industri atau kompetitornya, investor tak jerih memburu saham perkebunan yang satu ini. Benarkah, saham AALI masih menarik dikempit? Didukung harga CPO.Berdasarkan laporan kinerja 2006, penjualan AALI meningkat sekitar 11,5%; dari Rp 3,37 triliun menjadi Rp 3,76 triliun.
Tak bisa dipungkiri, meningkatnya volume penjualan dan mantapnya harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) mendorong naiknya penjualan ini. Sayang, laba bersih AALI sedikit terpeleset dari Rp 790,41 miliar menjadi Rp 787,32 miliar. Pemicunya tak lain adalah meningkatkan biaya produksi dan operasional; masing-masing 19% dan 6%. Pun begitu, menurut analis, penurunan itu bukan jadi soal besar bagi prospek AALI.
Pengembangan usahanya ke depan berpotensi mendongkrak penjualan dan laba anak perusahaan PT Astra International Tbk (ASII) ini. Asal tahu, tahun ini AALI merencanakan belanja modal alias capital expenditure sebesar Rp 700 miliar. Nah, 40% dari seluruh anggaran ini bakal dipakai untuk penanaman sawit di perkebunan barunya di Kalimantan Timur. Sementara, dalam waktu lima tahun mendatang, AALI masih akan memperluas perkebunan sawit dan karetnya sebesar?150 .000 hektar dengan nilai investasi Rp 3 triliun-Rp 5 triliun. Nah, di kantong AALI saat ini tersedia cadangan tunai tak kurang dari Rp 195 miliar untuk keperluan ekspansi. Menurut seorang analis, sisa kebutuhan ekspansi itu kemungkinan akan dipenuhi dengan cara berutang lewat bank atau penerbitan obligasi. “Dengan perfoma keuangan yang kuat, peluang untuk akuisisi lahan sangat terbuka,” timpal Harry Kurniawan, analis Bapindo Bumi Sekuritas.
Sayang, bila melongok hitungan harga sahamnya, saham AALI tergolong mahal. Coba kita tengok. Menurut hitungan Harry, pada harga Rp 12.300 per saham yang terjadi Rabu (7/3), perbandingan harga saham AALI terhadap laba bersih atau price earning ratio (P/E) 2006 sudah mencapai 25 kali. Sementara, perbandingan harga saham terhadap nilai bukunya atau price to book value (PBV) mencapai sekitar 7 kali. Padahal, perusahaan sejenis, misalnya PT London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP), harga sahamnya baru berkisar 22 kali laba bersihnya.
Dari sisi PBV, harga saham LSIP juga baru mencapai 5,1 kali. Sedangkan, P/E saham PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (UNSP) pada hari yang sama mencapai 12,6 kali dengan PBV hanya 4 kali. Bahkan, P/E dan PBV sektor perkebunan masing-masing baru 19,6 kali dan 4,2 kali. Toh, menurut para analis, saham AALI masih layak menjadi koleksi para pembiak modal. “Saham ini memang dihargai premium oleh market karena kinerjanya paling bagus,” dalih Harry. Kebetulan, tingginya harga CPO belakangan juga menopang kinerja perusahaan perkebunan. Analis BNP Paribas Helmy Kristanto meramalkan harga CPO bakal melejit hingga US$ 483 per ton pada tahun ini dan akan terus mendaki hingga US$ 511 per ton pada 2008. Padahal, harga CPO tahun lalu hanya berkisar US$ 420 seton. Dus, tahun ini, Harry memperkirakan pendapatan dan laba bersih AALI akan meningkat minimal 5%-10%.
Dengan asumsi P/E dan PBV tahun ini berkisar 17 kali dan 16,2 kali, harga saham AALI bisa bertengger di Rp 14.800 per saham. Artinya, berpotensi naik 18,9% dari harga pada hari Kamis (8/3) lalu yang Rp 12.450 per saham. “Tapi sementara ini tahan dulu karena harga ini sudah cukup tinggi,” imbuhnya buru-buru. Berbeda dengan Harry, Djoko Rahardjo dari Ekokapital Sekuritas justru melihat masih peluang untuk masuk ke saham ini sekarang ini juga. Namun, ia agak mencemaskan maraknya bencana belakangan ini bisa mengganggu distribusi hasil perkebunan AALI. “Dalam jangka pendek, harga sahamnya bisa mencapai Rp 12.900-Rp13.400 per saham,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News