Sumber: KONTAN | Editor: Test Test
JAKARTA. Melonjaknya harga minyak sawit mentah atawa crude palm oil (CPO) di pasar dunia membuat saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) terlihat semakin seksi. Apalagi, sepanjang tahun 2006 lewat, perusahaan ini berhasil meningkatkan produksi minyak sawit mentahnya menjadi 917.885 ton alias naik 7,1% ketimbang tahun sebelumnya. "Ini 3,6% lebih tinggi dibandingkan perkiraan kami," ujar Sebastian Tobing, analis Trimegah Securities, Rabu (7/2).
Harganya masih murah. Sebetulnya, hasil panen perkebunan AALI sebanyak 19,8 ton tangkai buah segar (fresh fruit bunch, FFB) per hektare masih di bawah harapan. Menurut hitungan Tobing, AALI seharusnya mampu menghasilkan 20 FFB per hektare. Beruntung, banyak pihak ketiga yang menyerahkan pengolahan FFB mereka pada AALI. Alhasil, produksi CPO perusahaan ini meningkat tajam.
"Dinilai dari volume penjualan yang melebihi dugaan, kami yakin AALI akan mampu melampaui perkiraan pendapatan 2006 yang kami buat," tebak Sebastian. Kebetulan, keyakinan tersebut didukung oleh naiknya harga komoditas ini di pasar global. Di Malaysia Derivatives Market, kontrak berjangka minyak sawit untuk pengiriman April diperdagangkan di harga 1.963 ringgit atau setara US$ 561 setiap tonnya. Artinya, dalam sehari harga kontrak CPO ini naik 2,4%. Sekedar informasi, ini adalah harga tertinggi sejak pertengahan Januari.
Selidik punya selidik, naiknya harga CPO itu ternyata dipicu melonjaknya permintaan untuk kebutuhan bahan baku minyak goren dan bahan bakar alternatif. Faktor yang disebut terakhir ini memang sedang menjadi tren di negara-negara maju di seluruh dunia. AS, misalnya, berencana untuk mengurangi konsumsi bensin di negara adidaya itu sebesar 20% dalam 10 tahun mendatang. Lebih progresif lagi, Uni Eropa bertekad untuk meningkatkan konsumsi energi terbarukan hingga 20% pada tahun 2020 atau 13 tahun dari sekarang. Dengan maraknya permintaan CPO untuk membuat biofuel, Credit Suisse memutuskan untuk merevisi prediksi harga minyak sawitnya menjadi 2.000 ringgit per ton. Angka ini 16% lebih tinggi dari ekspektasi semula.
Sementara itu, karet yang merupakan produk kedua AALI juga mengalami kenaikan harga. Sejumlah pemain meramalkan, harganya bisa mencapai 300 yen dalam waktu dekat. Sayangnya, tak semua faktor positif untuk anak perusahaan PT Astra International Tbk (ASII) ini. Salah satunya, usulan Federasi Produsen Minyak Nabati untuk menaikkan pajak ekspor dari 1,5% menjadi 7%. Jika terealisasi, dampaknya mungkin cukup berat untuk industri CPO. Namun, banyak pihak tetap optimistis bahwa efeknya tidak signifikan. Sebab, kenaikan pajak itu akan diikuti dengan kenaikan harga CPO. Ancaman yang tak kalah serius adalah regulasi baru dari Organisasi Maritim Internasioanl. Mulai Januari lalu, organisasi ini mewajibkan pemakaian hull ganda untuk pengangkutan CPO. Beruntung, AALI selama ini melakukan perjanjian pengiriman untuk ekspor hanya sampai di pelabuhan. Dengan begitu, penggunaan hull ganda tadi sepenuhnya menjadi tanggung jawab si pembeli.
Nah, setelah menaruh semua faktor itu di atas mejanya, Sebastian melihat prospek AALI yang sangat positif di masa mendatang. Karena itu, ia tak ragu-ragu menyarankan investor untuk mulai mengoleksi saham ini. Harga saat ini, menurutnya, masih murah. Tahun 2007, perbandingan harga terhadap laba atau price to earning ratio (PER) AALI baru mencapai 13,6 kali. Padahal, tahun lalu 22,9 kali. Jadi, potensi kenaikan harga aali masih cukup lebar. "Target kami harganya mencapai Rp 14.900 per saham," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News