Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Menurunnya sektor properti turut menyeret-nyeret kinerja emiten keramik pada enam bulan pertama tahun ini. Pendapatan dan laba bersih empat emiten yang memproduksi keramik turun.
Penjualan PT Keramika Indonesia Asosiasi Tbk (KIAS), PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA) dan PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk (IKAI) merosot pada semester pertama. Hanya PT Mulia Industrindo Tbk (MLIA) yang mencetak kenaikan penjualan tipis.
Laba bersih perusahaan-perusahaan keramik ini juga anjlok. Kerugian bersih IKAI melonjak ketimbang kerugian pada semester pertama tahun lalu. Sedangkan MLIA yang mencetak kenaikan pendapatan pun harus rela mencetak rugi Rp 40,11 miliar. Padahal, MLIA masih mencatat laba bersih Rp 330,94 miliar pada semester pertama tahun lalu.
Managing Partners Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe menilai, pelemahan kinerja emiten keramik karena pelemahan industri properti. Banyak pembangunan properti, khususnya apartemen tersendat. Alhasil, industri keramik ikut terpukul. "Hal ini karena industri keramik sepenuhnya tergantung pada bisnis properti," ujar Kiswoyo, Selasa (18/8).
Menurutnya, booming industri properti yang dimulai tahun 2012 dan mencapai puncaknya di tahun 2013 dan 2014, sudah lewat. Perlu waktu antara 5 tahun sampai 10 tahun agar industri properti bisa kembali bangkit. Industri properti akan bisa bangkit jika didorong oleh pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol pada semester II 2015.
Jika pembangunan infrastruktur dan industri properti berjalan baik, maka industri keramik bisa tumbuh antara 5%-10% pada akhir tahun 2015. Kiswoyo merekomendasikan hold untuk saham emiten-emiten keramik, khususnya ARNA.
Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada mengatakan, laba emiten-emiten keramik terpukul besarnya biaya produksi. Pasalnya, sebagian besar bahan baku industri keramik masih diimpor dari luar negeri dan terpengaruh kurs. Selain bahan baku, biaya operasional industri keramik seperti tarif dasar listrik yang naik semakin memberatkan industri.
"Emiten-emiten keramik terkena dampak penurunan kinerja industri properti. Akibatnya pendapatan emiten keramik tidak bisa menutup biaya produksi dan biaya operasional," terang Reza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News