CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Sekarang Lesu, Indeks Hijau Masih Punya Peluang Menarik


Rabu, 22 Desember 2021 / 22:34 WIB
Sekarang Lesu, Indeks Hijau Masih Punya Peluang Menarik
ILUSTRASI. Indeks saham bertema environmental, social, and governance (ESG) membukukan kinerja yang kurang memuaskan.


Reporter: Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks saham bertema environmental, social, and governance (ESG) membukukan kinerja yang kurang memuaskan sepanjang tahun 2021. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, indeks-indeks hijau seperti SRI-KEHATI dan IDX ESG Leaders (ESGL) melorot masing-masing 0,48% dan 3,06% sejak awal tahun atau year to date (ytd). 

Analis Phillip Sekuritas Helen mengamati, indeks-indeks itu memerah karena sejumlah saham dengan kapitalisasi pasar besar alias big caps masih mengalami koreksi yang cukup dalam seperti UNVR dan HMSP

"Sehingga menjadi penekan indeks secara keseluruhan," ujar Helen kepada Kontan.co.id, Rabu (22/12). Asal tahu saja, saham UNVR memang melorot cukup dalam hingga 44,76% ytd menjadi  Rp 4.060 per saham. Sementara itu, saham HMSP tertekan 35,88% ytd menjadi Rp 965 per saham. 

Baca Juga: Otoritas Pasar Modal Meluncurkan Platform Microsite ESG, Ini Manfaatnya

Di sisi lain, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji mengungkapkan, memerahnya indeks-indeks itu tidak terlepas dari sikap pelaku pasar yang cenderung berhati-hati karena adanya sentimen varian baru Omicron dalam beberapa waktu terakhir. Sehingga saat ini, pelaku pasar lebih mencermati penanganan pemerintah terhadap varian Omicron terlebih dahulu. 

Nafan justru berpendapat, momentum koreksi bisa dimanfaatkan untuk mengakumulasi saham-saham yang atraktif. Apalagi, status Indonesia sebagai presidensi G20 bisa menjadi sentimen pengerek bagi saham-saham di bursa, tidak terkecuali saham konstituen dua indeks itu. Terpilihnya Indonesia menjadi tuan rumah memunculkan pandangan yang lebih positif dari masyarakat internasional. 

Di sisi lain, Indonesia diperkirakan masih akan mengalami pemulihan ekonomi tahun depan. Optimisme ini didukung data fundamental ekonomi Indonesia yang masih positif sejauh ini. Sebelumnya Nafan sempat mengungkapkan, pemerintah, Bank Indonesia, dan Badan Anggaran DPR RI menyepakati pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 sebesar 5,2%.

Baca Juga: Mengenal Dua Indeks Bertema ESG yang Diluncurkan Hari Ini

Sementara itu, Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani beranggapan, besarnya kepedulian investor terhadap isu-isu lingkungan yang bisa mengerek saham-saham bertema ESG ke depan. 

"Selain itu, indeks-indeks seperti SRI-KEHATI dan ESG Leaders juga berpotensi mendapat flow dari fund yang indexing ke saham-saham ini. Seiring berjalannya waktu, akan menarik perhatian investor reksa dana dan memberikan inflow," kata Hendriko kepada Kontan.co.id, Rabu (22/12). 

Sekadar informasi, animo investor lokal maupun global akan produk-produk investasi berbasis ESG memang menunjukkan peningkatan. Menurut catatan Kontan sebelumnya, total dana kelolaan reksa dana yang mengacu kepada indeks saham bertema ESG mencapai Rp 3,4  triliun per Oktober 2021. Capaian ini naik 80 kali lipat dari total dana kelolaan di tahun 2016 yang sebesar Rp 42,2 miliar. 

Di tingkat global, animo tersebut terlihat dari dana kelolaan investasi dari 3.826 investor institusi global yang tergabung dalam United Nations of Principle of Responsible Investment (UNPRI) pada tahun 2021 yang  sebesar US$ 121,3 triliun. Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 96% dari nilai dana kelolaan di tahun 2016 yang sebesar US$ 62 triliun. 

Baca Juga: Mencermati Rencana Stock Split Emiten

Walau tren investasi berbasis ESG cukup menjanjikan, Hendriko tidak memungkiri, dalam jangka pendek emiten yang menerapkan ESG akan lebih banyak menelan cost dibanding emiten lain yang mengabaikannya. Akan tetapi dalam jangka panjang, perusahaan-perusahaan akan semakin terdorong menerapkan ESG untuk mendapatkan funding. Ini tidak terlepas dari semakin banyaknya investor yang mempertimbangkan aspek ESG dalam mengambil keputusan investasinya. 

Nafan menambahkan, emiten yang berkomitmen terhadap aspek ESG memang berpotensi mengeluarkan cost besar. Khususnya bagi emiten-emiten komoditas yang selama ini dipandang kurang ramah lingkungan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila emiten-emiten mulai beralih ke energi hijau.  

" Awalnya untuk saat ini memang diversifikasi bisnis, tetapi ke depan akan terjadi peralihan ke bisnis yang lebih ramah lingkungan secara bertahap," kata Nafan kepada Kontan.co.id, Rabu (22/12). Oleh karenanya, peralihan ini memerlukan komitmen dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah sebagai pembuat kebijakan. 

Baca Juga: Otoritas Pasar Modal Meluncurkan Platform Microsite ESG, Ini Manfaatnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×