kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.461.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.130   40,00   0,26%
  • IDX 7.697   -47,60   -0,61%
  • KOMPAS100 1.196   -13,16   -1,09%
  • LQ45 960   -10,60   -1,09%
  • ISSI 231   -1,75   -0,75%
  • IDX30 493   -3,97   -0,80%
  • IDXHIDIV20 592   -5,69   -0,95%
  • IDX80 136   -1,30   -0,95%
  • IDXV30 143   0,32   0,23%
  • IDXQ30 164   -1,28   -0,77%

Sejumlah Tantangan Ini Berpotensi Hambat Masuknya Dana Asing ke RI pada 2024


Minggu, 17 Desember 2023 / 18:03 WIB
Sejumlah Tantangan Ini Berpotensi Hambat Masuknya Dana Asing ke RI pada 2024
ILUSTRASI. Petugas menghitung uang rupiah dan dolar AS di gerai penukaran?valas Ayu Masagung, Jakarta, Senin (30/10/2023). Rupiah spot ditutup pada level Rp 15.890 per dolar Amerika Serikat (AS) di akhir perdagangan Senin (30/10), menguat 0,31% dari akhir pekan lalu yang ada di Rp 15.939 per dolar AS.?Sebagian mata uang Asia cenderung menguat terhadap dolar AS di tengah ekspektasi berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter di Asia. (KONTAN/Fransiskus Simbolon)


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana asing diperkirakan masih akan masuk ke Indonesia. Meski begitu, volatilitas ekonomi global dapat membatasi jumlah aliran dana asing.

Fixed Income Analyst Pefindo, Ahmad Nasrudin, mengatakan, pasar mengekspektasikan bank sentral dunia akan mulai melunakkan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga pada 2024.

Meski begitu, ia menilai masih ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan karena bisa berdampak pada pasar Surat Utang Negara (SUN).

Pertama, ekses suku bunga ekstra tinggi terhadap perekonomian. Dijelaskan, suku bunga tidak serta merta akan turun drastis pada tahun depan.

Menurutnya, ada risiko tersembunyi yang masih perlu untuk terus diwaspadai akibat suku bunga ekstra tinggi saat ini seperti yang terjadi sebelumnya. Misalnya kolaps-nya bank-bank besar AS seperti Silicon Valley Bank dan melonjaknya beban utang.

Baca Juga: BI: Dana Asing Masuk Rp 6,82 Triliun pada Pekan Kedua Desember 2023

Ia melihat lonjakan beban utang pada tahun depan menjadi perhatian tersendiri oleh berbagai Lembaga pemeringkat internasional karena dengan nilainya yang cukup besar.

"Hal ini bisa memperbesar risiko yang perlu dihadapi korporasi di tahun depan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Sabtu (16/12).

Selain itu, suku bunga ekstra tinggi saat ini juga bisa memaksa pelemahan ekonomi global, yang mana berdampak pada pelemahan ekspor dan tertekannya rupiah.

Pihaknya berharap transisi ekonomi dari suku bunga tinggi ke suku bunga rendah berada pada skenario soft-landing dan bukan hardlanding.

Menurutnya, jika skenario hardlanding yang terjadi maka hal ini akan lebih menyakitkan karena biasanya disertai dengan resesi.

"Oleh karenanya, perlu berhati-hati dan mewaspadai berbagai fenomena dan perkembangan yang terjadi saat ini," paparnya.

Kedua, skenario jika suku bunga tinggi bertahan hingga mendekati akhir tahun 2024. Ahmad bilang jika perubahan stance moneter ke arah yang lebih longgar terjadi menjelang akhir 2024, yield akan cenderung bertahan di level tinggi pada waktu yang lebih lama daripada yang diekspektasikan.

Baca Juga: Tahun 2024 IHSG Diprediksi Tembus 8.000, Cek Saham yang Perlu Dilirik Dari Sekarang

Kondisi itu dinilai menciptakan ketidakpastian yang lebih besar. Pada satu sisi, suku bunga tinggi yang bertahan tinggi hingga mendekati akhir tahun 2024 menyebabkan peningkatan leverage dan tekanan keuangan.

Selain itu, hal ini juga berpotensi untuk melemahkan permintaan produk dan kinerja bisnis, serta pada akhirnya mempengaruhi prospek pendapatan pemerintah melalui pajak. Sebagai hasilnya, ini bisa menghasilkan ketidakpastian yang tinggi.

Jika kondisi pelemahan permintaan terjadi, maka biasanya pemerintah akan mendorong ekonomi melalui stimulus dan pengeluaran dari sisi fiskal untuk mengakselerasi ekonomi melalui efek penggandanya.

"Hal tersebut bisa memperlebar defisit, dan karena itu, berdampak negatif pada yield dari sisi pasokan," paparnya.

Ketiga, risiko geopolitik yang belum menunjukkan akhir. Ahmad menjelaskan, risiko bertambah setelah muncul genosida Israel ke Gaza setelah sebelumnya ada perang Rusia-Ukraina. Keduanya saat ini masih berlangsung dan memiliki risiko tersembunyi dan perlu diwaspadai.

Ia pun berharap perang tidak meluas dan melibatkan embargo minyak. Menurutnya, jika terjadi maka harga minyak bisa terbang dan pada akhirnya mendorong naik tingkat inflasi.

Baca Juga: Kemenkeu Merilis Aturan Baru Terkait Insentif Fiskal Daerah Tahun Anggaran 2024

"Hal ini kemudian akan berakibat pada lebih kecilnya peluang penurunan suku bunga sesuai skenario awal," katanya.

Keempat, pasokan baru yang lebih tinggi. Dipaparkan, fundamental permintaan-penawaran di tahun 2023 relatif terjaga, mengingat permintaan domestik masih kuat dan pasokan baru relatif kecil mempertimbangkan surplus anggaran hingga Oktober.

Namun di tahun depan, Pefindo memperkirakan surplus tidak akan berlangsung. Sehingga, pemerintah perlu mengumpulkan lebih banyak pembiayaan di pasar surat utang.

"Sebagai akibatnya, pasokan baru akan lebih banyak daripada tahun ini dan oleh karena itu, berefek negatif terhadap yield," sebutnya.

Adapun pemerintah menargetkan defisit anggaran Rp 523 triliun di tahun 2024, naik dari Rp 486 triliun di 2023. Sementara itu, target pembiayaan melalui surat utang akan meningkat hampir dua kali lipat daripada estimasi 2023, yaitu menjadi Rp 666 triliun (estimasi 2023: Rp363 triliun).

Baca Juga: Pekan Kedua Desember 2023, Dana Asing Masuk Rp 6,82 Triliun

Kelima, pelemahan pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Menurutnya, hal itu bisa berdampak pada ekspor dan tekanan neraca dagang, dan karena itu, tekanan terhadap rupiah.

Keenam, semakin intensifnya pengawasan pasar kripto seperti Binance. Menurutnya, Binance dan crypto exchange lainnya sedang diawasi ketat oleh SEC.

"Binance adalah bursa kripto terbesar dari sisi kapitalisasi pasar dan jika ada guncangan terhadapnya, sebagaimana terjadi pada kebangkrutan FTX, itu bisa menyebabkan dampak negatif bagi pasar keuangan global mengingat besarnya perputaran uang di sana dan banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat," tegasnya.

Namun, melebarnya spread yield akhir-akhir ini tetap bisa mendorong minat asing masuk ke pasar Indonesia. "Kami mengharapkan akan ada sekitar Rp 30 triliun hingga Rp 50 triliun di tahun depan," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×